UGM akan memulai pembangunan Kawasan Kerohanian dengan sejumlah bangunan untuk mewadahi kegiatan kerohanian oleh civitas UGM beragama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Selain itu, kawasan ini juga dibangun sebagai simbol toleransi dan kerukunan antarumat beragama.
“Kawasan ini akan menjadi simbol bagi anak didik kita terkait toleransi dan kerukunan umat beragama. Terlebih lagi jika bangunan yang berdiri nantinya juga diisi dengan aktivitas-aktivitas yang positif,” ucap Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng.
Rektor didampingi jajaran pimpinan UGM, tokoh masyarakat, dan pemuka agama, melakukan peletakan batu pertama pembangunan Kawasan Kerohanian, Sabtu (21/5).
Kawasan Kerohanian berlokasi di lingkungan Kampus UGM, tepatnya di Kompleks Perumahan Sekip Blok N seluas 4.789 meter persegi. Proses perencanaan kawasan ini melibatkan dosen dari berbagai perwakilan kelompok agama sebagai Tim Perumus.
Rektor di beberapa kesempatan menyampaikan bahwa pembangunan fasilitas rohani untuk beberapa kelompok agama di lingkungan kampus UGM menjadi salah satu prioritas sebagai bentuk komitmen UGM dalam merawat keberagaman dan toleransi.
Pembangunan kawasan kerohanian ini berkaitan dengan jati diri Universitas Gadjah Mada adalah sebagai universitas Pancasila. Universitas Gadjah Mada sebagai sebuah institusi pendidikan yang terbuka, mempunyai civitas dengan beragam latar belakang suku, agama, bahkan kebangsaan.
Kondisi ini tidak lantas membuat terbatasnya ruang gerak civitas dalam beraktivitas. Justru perbedaan in harus dapat diakomodasi dalam wadah-wadah kegiatan. Fasilitas kerohanian ini akan memfasilitasi lima agama dalam satu area, namun tidak lepas interkoneksinya dengan fasilitas agama Islam di Mardliyyah Islamic Center dan Masjid UGM.
Panut menyampaikan, bangunan yang akan didirikan di kawasan ini mungkin tidak dapat sepenuhnya mengakomodasi kegiatan peribadatan. Namun fasilitas ini dapat mewadahi kegiatan-kegiatan skala kecil yang biasanya merupakan kegiatan yang bersifat internal keagamaan, namun tetap menekankan pada jalinan silaturahmi dan persaudaraan antar umat serta semangat kebersamaan dan toleransi.
“Praktik baik yang dikerjakan di kawasan ini akan dikenang oleh anak didik kita ketika mereka lulus dan membentuk mindset mereka sebagai pemimpin yang berasal dari UGM,” ucapnya.
Hal serupa disampaikan oleh Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UGM, Pratikno, yang menyambut baik pendidikan Kawasan Kerohanian. Kemajuan teknologi, menurutnya, membuat dunia menjadi semakin sempit. Percampuran, interaksi, serta pergaulan lintas bangsa, lintas agama, dan lintas etnis semakin tinggi, sehingga masyarakat semakin plural dan majemuk.
Banyak negara kewalahan menghadapi kemajemukan, namun Indonesia justru telah Bhineka Tunggal Ika sejak era kolonialisme. Kebhinekaan inilah yang menurutnya perlu dipelihara, sebagai salah satu bentuk pendidikan bagi generasi masa depan.
“Pendidikan bukan hanya pendidikan di dalam kelas, tapi pendidikan butuh keteladanan, dan kawasan ini adalah sebuah keteladanan bagi Bhineka Tunggal Ika. Kalau kita sama-sama bekerja untuk ini, kita bukan hanya menyelamatkan Indonesia, kita menyelamatkan umat manusia,” kata Pratikno.
Proses pembangunan berikut dengan penyediaan kelengkapan fasilitas pendukung lainnya dilakukan melalui pendanaan kreatif yang menggandeng beberapa mitra strategis dan sahabat UGM, di samping juga memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk berpartisipasi sebagai donatur.
Pelaksanaan konstruksi diperkirakan akan berlangsung sekitar 6-8 bulan yang akan dimulai setelah dilakukan proses pengadaan barang dan jasa.
Penulis: Gloria
Foro: Firsto