Mahasiswa UGM berhasil mengembangkan kantong plastik berbahan baku biji durian. Bioplastik ini merupakan hasil karya Fajar Bayu Prakoso, Andika Cahya Widyananda, Annisa Fakhriyah Rofi, Dyah Ayu Permatasari Tedjo Pradipto, dan Adiyat yang merupakan mahasiswa Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik.
Ketua pengembang bioplastik biji durian, Fajar Bayu, mengatakan pengembangan bioplastik biji durian ini berawal dari keprihatian mereka terhadap penggunaan kantong plastik yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Sementara fasilitas dan sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih sangat kurang sehingga banyak tumpukan sampah di berbagai tempat. Bahkan, sebagian besar plastik yang digunakan masyarakat terbuat dari bahan yang sulit terurai (non-degradable) sehingga menimbulkan berbagai persoalan lingkungan.
“Karenanya, kami berupaya mencari solusi dengan mencoba membuat plastik yang bersifat mudah terurai dengan memanfaatkan biji durian sebagai bahan pembuat plastik,” kata Fajar di Laboratorium Polimer Teknik Kimia FT, Jum’at (11/3) saat bincang-bincang dengan wartawan.
Fajar menjelaskan biji durian dipilih sebagai bahan untuk pembuatan plastik karena memiliki kandungan pati yang cukup tinggi. Sementara, dalam hal ini pati berfungsi sebagai pengisi (filler) pada campuran agar kerapatan bioplastik menjadi tinggi sehingga meningkatkan kuat tarik plastik.
“Kandungan pati biji durian termasuk tinggi dengan kadar hampir 50 persen dari beratnya. Lebih tinggi dari kandungan pati dalam singkong yang berkisar 20 persen,” tuturnya.
Biji durian tidak hanya memiliki kadar pati yang tinggi. Pemanfaatan biji durian sebagai bahan bioplastik juga mampu menekan keberadaan limbah biji durian. Pasalnya, hingga kini belum banyak masyarakat yang memanfaatkan limbah biji durian ini dan hanya dibuang begitu saja.
“Dengan memanfaatkan limbah biji durian ini dapat menekan biaya produksi pembuatan bioplastik,” jelasnya.
Fajar dan rekan-rekannya mulai melakukan penelitian bioplastik biji durian ini sejak pertengahan tahun 2014 lalu dibawah bimbingan dosen Departemen Teknik Kimia FT, Prof. Rochmadi. Langkah pertama dalam pembuatan bioplastik biji durian adalah mengolah biji durian kedalam bentuk tepung. Awalnya, biji durian direndam dalam air kapur selama 2-3 hari untuk menghilangkan getah dalam biji durian dan dijemur selama 1 hari. Setelah kering, biji durian yang keras dipisahkan dari pati yang berwarna putih kecoklatan di bagian dalammnya dan mengolahnya menjadi tepung menggunakan alat penepung (grinder).
“Tepung tersebut lalu kami saring dan di oven selama sekitar 30 menit untuk menghilangkan kadar airnya,” jelasnya.
Berikutnya, tepung yang dihasilkan dicampurkan dengan sejumlah bahan kimia tambahan, antara lain Low Density Polyethylene (LDPE), Maleic Anhydride (MA), lalu inisiator (Perbutyl D dan Perbutyl Z). Pati biji durian divariasikan dengan masing-masing bahan tersebut dalam berbagai variasi.
“Kami membuat 30 sampel untuk dicampurkan dan dicetak dengan menggunakan alat Laboplastomill dan Hot Press di LIPI Bandung,” ungkapnya.
Fajar menyampaikan mereka telah melakukan pengujian terhadap sampel bioplastik yang sudah jadi. Uji yang dilakukan meliputi uji kuat tarik dan elongasi, uji biodegradasi, yaitu ditanam dalam tanah, uji difusivitas dalam air, uji Fourier Transform InfraRed (FTIR), dan uji Differential Scanning Calorimetry (DSC).
Dalam penelitian ini, mereka menggunakan sampel dengan berat 50 gram yang terdiri atas LDPE, pati biji durian, MAH, dan inisiator. Dari 50 gram sampel tersebut dapat diproduksi lembaran bioplastik sebanyak 3-4 lembar dengan ukuran tiap lembar 13×13 cm.
“Kualitas produk bagus, permukaannya rata dan tidak ada yang gosong. Akan tetapi ketebalannya masih kurang kecil masih kisaran 0,5-1 mm,” ungkapnya.
Bioplastik biji durian ini telah melalui uji biodegradasi yakni dengan menanamnya di media tanah kompos selama 2 bulan. Hasilnya menunjukkan bahwa sampel dapat terdegradasi ditandai penambahan berat pada sampel. Penambahan berat ini menunjukkan bahwa air sudah masuk ke dalam sampel dan seiring berjalannya waktu air tersebut akan mendegradasi kandungan pati di dalam bioplastik.
“Pada sampel yang sudah menunjukkan lubang kecil pada permukaannya,” imbuh Annisa.
Annisa menyampaikan dari hasil penelitian tersebut terdapat indikasi dapat terurai dan kekuatan tarik pasltik sudah masuk rentang standar plastik pada umumnya. Disamping itu, plastik ini juga tahan terhadap suhu yang panas.
“Kedepan masih diperlukan penelitian lebih lanjut dan harapannya bisa diproduksi massal sehingga bermanfaat bagi masyarakat luas dalam upaya menangani masalah sampah plastik,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)