
Sekitar 8,8 juta anak Indonesia menderita stunting (tubuh pendek) karena kurang gizi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mencatat angka kejadian stunting nasional mencapai 37,2 persen. Angka ini meningkat dari 2010 sebesar 35,6 persen.
“1 dari 3 anak di Indonesia mengalami stunting. Bahkan, jumlahnya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun,” kata Ahli Gizi UGM, Prof.dr. Hamam Hadi, M.S.,Sc.,Sp.GK., Selasa (26/1).
Hamam menyebutkan angka kejadian stunting di sejumlah daerah terutama wilayah Timur Indonesia seperti NTT lebih tinggi dibanding angka nasional. Di NTT lebih dari 50 persen anak yang menderita stunting.
Menurutnya, persoalan stunting patut menjadi perhatian untuk segera dituntaskan. Pasalnya, tingginya prevalensi anak stunting telah memosisikan Indonesia ke dalam lima besar dunia masalah stunting.
“Indonesia menjadi kontributor besar dunia untuk stunting ini,” terang dosen prodi Ilmu Gizi dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran UGM ini.
Menurutnya, stunting merupakan permasalahan gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama atau kronis. Stunting terjadi sejak bayi dalam kandungan karena saat hamil sang ibu kurang mengonsumsi makanan bergizi.
“Anak pendek ini merupakan gambaran kekurangan gizi kronis yang sebenarnya telah dimulai sejak janin hingga masa pertumbuhan sampai usia 2 tahun. Jika pada periode tersebut kurang gizi dampakanya akan sangat signifikan pada kejadian anak pendek,” paparnya.
Kurangnya asupan gizi di masa-masa tersebut dapat meningkatkan kematian bayi dan anak apabila terjadi di usia dini. Stunting tidak hanya mengakibatkan tubuh anak yang pendek, tetapi juga memengaruhi pertumbuhan anak saat dewasa menjadi tidak maksimal.
“Perkembangan mental anak juga menjadi terganggu karena stunting ini. Kemampuan kognitif yang terhambat pada anak kurang gizi ini menyebabkan produktivitas ekonomi mereka menurun sehingga berdampak pada perekonomian nasional,” urai Hamam.
Akibat kurangnya asupan gizi ini, Hamam menuturkan rata-rata tinggi anak laki-laki di Indonesia setelah usia dewasa akan mengalami defisit tinggi badan hingga 13,6 cm dibandingkan rujukan WHO. Sementara itu, untuk anak perempuaan akan mengalami defisit tinggi badan 10,4 cm dibanding rujukan WHO.
Tingkatkan Asupan Gizi Ibu Hamil
Untuk mencegah anak stunting, Hamam menekankan perlunya peningkatan asupan gizi sesuai kebutuhan pada ibu hamil. Pasalnya, masa keemasan anak dimulai sejak dalam kandungan hingga anak usia dua tahun.
“Para calon ibu dan ibu hamil diharapkan mencukupi asupan gizinya,” harapnya.
Hamam menyebutkan ibu hamil dan menyusui termasuk ke dalam kelompok rentan gizi di Indonesia. Data Riskesdas 2013 mencatat ibu hamil di Indonesia yang kurang gizi masih tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah ibu hamil yang menderita anemia atau kekurangan darah mencapai 37,1 persen.
Ditambahkan Hamam, peningkatan pengetahuan keluarga terhadap pola asuh anak serta kesehatan dan gizi dapat dilakukan untuk mencegah kejadian stunting pada anak. Pasalnya, kejadian stunting tidak hanya disebabkan karena kurangnya asupan gizi akibat kemiskinan tetapi juga adanya kesalahan pada pola asuh anak dalam keluarga.
“Tidak sedikit orang tua yang kurang bisa memahami pola asuh yang benar sehingga memunculkan stunting. Misalnya, saja tidak mau memberikan asi secara eksklusif dan tidak memberi MPASI yang benar,” ujarnya.
Disamping itu, pengasuhan yang dipercayakan pada orang dengan pemahaman asuhan yang benar ternyata berkontribusi pada kejadian stunting. Anak dititip pada nenek atau pembantu yang kurang paham dengan pengasuhan yang benar dan pemenuhan gizi yang baik akan berpengaruh terhadap status gizi anak.
“Karenanya penting meningkatkan pengetahuan gizi dan pola asuh yang baik dalam keluarga,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)