Ruang pemukiman Sulaa wilayah pesisir Buton, Sulawesi Tenggara dibentuk dan dibangun atas dasar ikatan nilai-nilai dan kepercayaan masyarakat terhadap ruang pemukiman (posaasaangu) sebagai kesadaran kolektif. Ikatan nilai posaasaangu yang tumbuh dan berkembang di masyarakat menjadi modal sosial dan kekuatan dalam membangun ruang pemukiman melalui persekutuan ruang.
Hal tersebut disampaikan dosen Universitas Halu Oleo, Kendari, Ishak Kadir, S.T., M.T., saat ujian terbuka program doktor Rabu (16/12) di Fakultas Teknik UGM. Dalam kesempatan itu ia mempertahankan disertasi berjudul “Posaasaangu Sebagai Nilai Transedental Penciptaan dan Penggunaan Ruang di Pemukiman Sulaa Baubau”.
Ishak mengatakan nilai posaasaangu tumbuh melalui proses dialogis antar pelaku ruang dengan pelaku ruang serta pelaku ruang dengan ruang pemukiman. Dalam nilai itu mengandung tata nilai-nilai yang menjadi acuan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu persekutuan, kebersamaan, toleransi, kompromi, solidaritas, komunikasi, dan kesetiakawanan.
“Nilai-nilai tersebut mendasari sikap, tindakan, dan perilaku meruang masyarakat untuk saling peduli, memberi, dan membantu sesama masyarakat sebagai strategi keruangan masyarakat dalam merespon permasalahan ruang yang terjadi di pemukiman mereka,” urainya.
Ditambahkan Ishak, dalam ruang pemukiman Sulaa terbangun atas sejumlah tema antara lain ruang sebagai sumber kehidupan, ruang peelo (mencari), ruang berbasis kekerabatan, dan ruang persekutuan tenun. Berikutnya, ruang persekutuan ritual, ruang persekutuan hunian, serta ruang silaturahmi. Sementara konsep ruang sebagai makna ruang pemukiman Sulaa terbangun dari konsep eksistensi ruang, konsep konsensus ruang, konsep penyesuaian ruang, dan konsep persekutuan ruang. (Humas UGM/Ika)