Kentang masih dipandang sebagai “emas hijau” dan berhasil mengubah dataran tinggi Dieng serta mengubah nasib masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Sebagai kawasan pertanian yang berhasil menciptakan surplus ekonomi dan mampu menyerap tenaga kerja, ternyata tidak diimbangi dengan sistem ekonomi pertanian yang baik. Akibatnya, banyak petani yang terjebak dalam hutang dan berakibat pada penjualan lahan-lahan rumah petani. Fenomena ini mendapatkan perhatian dari Hery Santosa yang kemudian ia kupas dalam disertasinya dengan judul “Bertani itu Berjudi: Ketika Mekanisme Pasar Bias Spekulasi”.
Menurut Hery menanam kentang di kalangan petani Dieng dinilai dapat meningkatkan status sosial. Hal itu dibuktikan dengan terjadinya kenaikan yang meningkat dalam dua dekade terakhir, dari 200 hektar hingga 5000-an hektar. Bukan hanya itu, hampir separuh lahan-lahan di pegununan Dieng juga digunakan untuk produksi tanaman bahan baku obat. Kendati demikian, semua komoditas pertanian Dieng yang pernah mengalami kejayaan, pada akhirnya mengalami surut, baik karena alasan ekologi, sosial maupun ekonomi.
“Bagi pemerintah menganggap intensifikasi produksi kentang yang berlebihan dapat mengancam masa depan lingkungan di sana, namun bagi kalangan warga, perubahan yang dulu dipandang membawa kesejahteraan mulai dianggap menimbulkan problematika baru, seperti beban kredit yang semakin berat hingga kepemilikan lahan yang menyempit,” ungkap Hery dalam ujian doktor di Fakultas Ilmu Budaya, Sabtu (5/12).
Menurut Hery ledakan ekonomi kentang ternyata mampu merakit pasar sebagai sumber kekuatan semua aktor untuk berlomba-lomba mengejar keuntungan. Akhirnya, dapat dipahami jika kemudian para petani menganggap proses produksi kentang yang saat ini mengalami ketidakpastian dan juga semakin berisiko.
“Situasi inilah yang mendorong pertanian di Puncakwangi menjadi arena perjudian. Para petani berspekulasi untuk kembali meraih kejayaan di tengah-tengah kondisi agroekosistem yang sudah mulai merosot,” paparnya
Dalam penelitiannya Hery berhasil menemukan 4 faktor yang bekerja di balik praktik perjudian produksi. Pertama, keberhasilan petani merakit agroekosistem cepat menggantikan agroekosistem lambat yang sudah lama menjadi penopang ekonomi pegunungan. Kedua, ada kekuatan politik ekonomi yang memungkinkan terjadinya sentralitas peran pasar. Ketiga, adanya sistem nilai yang cenderung mengaitkan produksi kentang dengan status sosial tertentu. Keempat, adanya ideologi yang memberi landasan keyakinan orang untuk berani menghadapi risiko (Humas UGM/Putri)