Praktik ritual banyak mengalami revitalisasi makna dan fungsi di era globalisasi ini. Salah satunya praktik ritual barong ider bumi pada masyarakat using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Ketut Darmana, dosen Prodi Antropologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana mengatakan revitalisasi yang terjadi pada praktik ritual kelompok masyarakat tertentu dilakukan sebagai upaya untuk tetap bisa bertahan dan tumbuh dinamis sesuai dengan kebutuhan jaman, termasuk pada masyarakat using. Dalam kehidupan modern dan mengglobal ini, ritual ini difungsikan sebagai sarana untuk mengatasi krisis dalam siklus hidupnya.
“Ritual barong ider bumi dipercaya dapat memberikan kepastian bebas bencana pagebluk seperti serangan penyakit yang tidak terobati, kematian mendadak tanpa sebab, serangan hama tanaman mematikan, dan berbagai penyakit,” paparnya, Jum’at (20/11) saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Ritual tersebut juga dipercaya mampu mengatasi pagebluk dari alam nyata. Pagebluk ini dapat berwujud konflik antar tetangga, perseteruan antar warga, pertengkaran rumah tangga, dan berbagai persoalan sosial lainnya yang berujung pada hilangnya semangat kebersamaan dan kerukunan dalam masyarakat.
“Penyelenggaraan ritual ini dipandang bisa menghidupkan kembali semangat bareng-bareng (kebersamaan) dan kemroyok (kerukunan) sebagai sarana penyelesaian ketegangan sosial,” terangnya.
Mempertahankan disertasi “Ritual Barong Ider Bumi Masyarajat Using Desa Kemiren Banyuwangi-Jawa Timur”, Darmana menyampaikan penyelenggaraan ritual dilaksanakan setiap tahunnya guna mencegah krisis yang terjadi secara berulang. Fungsi dominan ini telah menimbulkan efek sosial seperti wadah revitalisasi integrasi sosial masyarakat, penegasan identitas diri dan sosial sebagai orang using dan ruang perayaan massal yang bernilai wisata. Ritual ini juga mampu membetikan peluang sumber pendapatan masyarakat dan menjadi ruang promosi bagi pengembangan desa wisata di daerah itu.
Adanya globalisasi telah membuat eksistensi ritual mengalami penyesuaian-penyesuaian. Pada satu sisi, penyesuaian tersebut telah membawa dampak semakin menguatnya praktik ritual, tetapi disisi lain semakin melemahkan.
“Penyelenggaraan semakin meriah, semarak, dan akbar. Namun di sisi lain terjadi penurunan kualitas kesakralan ritual,” tuturnya.
Darmana menjelaskan ritual tersebut telah merekam seluruh nilai-nilai kehidupan masyarakat using yang digunakan sebagai acuan dalam bertindak dan berperilaku. Oleh karena itu, sikap untuk terus mempertahankan, melestarikan, dan melakukan penyesuaian dengan kebutuhan jaman dapat dipahami dalam konteks kehidupan modern seperti saat ini. (Humas UGM/Ika)