Siapa yang tidak tahu warna merah, kuning, dan biru? Tiga warna tersebut dikenal masyarakat luas sebagai warna primer dan masih terdapat jutaan warna lain di dunia ini. Namun, tahukah Anda jika jumlah kosakata warna yang dikenal oleh setiap kelompok masyarakat berbeda-beda?
Xu Yunyu, dosen Universitas Bahasa Asing Tianjin, Republik Rakyat Tiongkok menyebutkan terjadinya perbedaan kosakata warna tersebut terjadi karena setiap bahasa mengenal istilah warna yang berbeda. Misalnya, dalam bahasa Inggris mengenal 11 istilah warna dasar, yakni black, white, red, green, yellow, blue, brown, purple, pink, orange, dan grey. Sementara itu, bahasa suku Dhani di Papua hanya mengenal konsep hitam dan putih atau terang dan gelap.
“Tidak hanya jumlah istilah warna dan cara pengklasifikasian yang dikenal berbagai kelompok masyarakat dunia, tetapi makna warna dan cara penggunaan warna pun terdapat perbedaan diantara kelompok masyarakat tertentu,” paparnya, Rabu (11/11) saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Meneliti warna dalam bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia, Yunyu menemukan bahwa dalam bahasa Mandarin terdapat delapan warna dasar, yaitu bái (putih), h?i (hitam), hong (merah), huáng (kuning), lu (hijau), lán (biru), z? (ungu), hu? (abu-abu). Sementara di Indonesia mempunyai enam warna dasar, yaitu putih, hitam, merah, kuning, hijau, dan biru.
“Ada beberapa warna yang sedang berkembang menjadi warna dasar, yaitu hè (cokelat) dalam bahasa Mandarin dan warna ungu dan abu-abu dalam bahasa Indonesia,” urainya.
Mempertahankan disertasi berjudul “Warna dalam Bahasa Mandarin dan Bahasa Indoensia: Sebuah Kajian Linguistik Antropologis”, Yunyu menyebutkan bahwa urutan warna dasar secara garis besar sesuai dengan teori urutan warna universal Berlin dan Kay, tetapi tidak mutlak, terutama pada warna biru. Selain itu, terdapat banyak makna konotasi warna pada setiap warna dasar kedua bahasa tersebut. Misalnya, suatu warna memiliki dua makna yang saling bertentangan seperti baik dan tidak baik.
Lebih lanjut disanpaikan Yunyun, terdapat banyak faktor yang menyebabkan perbedaan warna dasar dan warna turunan antara bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia, seperti adanya sesuatu yang universal dalam diri manusia sehingga warna terlihat dalam mata sama. Disamping itu, karena perspektif suatu kelompok berbeda sehingga warna yang dikenal juga berbeda-beda. Tidak hanya itu, kemampuan dalam mengenal dan mengelompokkan benda di sekitarnya juga berpengaruh pada kosakata warna suatu kelompok masyarakat.
“Kebudayaan, filosofi, dan kepercayaan juga berperan penting dalam penamaan warna,” tuturnya.
Sementara itu, adanya kemiripan lingkungan antara masyarakat Tiongkok dan masyarakat Indonesia memengaruhi persamaan dan perbedaan makna konotasi antara bahasa Mandari dan bahasa Indonesia. Faktor lainnya, dalam bahasa internal tersebut suatu kata memiliki dua makna yang bertentangan.
“Faktor internal bahasa, perkembangan kebudayaan materi dan teknologi, sejarah dan politik, adat istiadat, agama, dan pengaruh bahasa asing juga merupakan penyebab persamaan dan perbedaan warna antara kedua bahasa itu,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)