Tim ekspedisi Kapsul Waktu singgah di UGM, Kamis (5/11). Dalam kesempatan itu rombongan ekspedisi Kapsul Waktu menyempatkan diri untuk menyaksikan beberapa hasil kreativitas mahasiswa UGM yang dipajang di Balairung.
Ketua panitia tim Kapsul Waktu, Jay Widjajanto, mengatakan tim Kapsul Waktu singgah di UGM karena di tempat ini muncul banyak pemikiran intelektual. Meskipun sebagai kampus ndeso pemikiran yang muncul dari UGM sudah banyak yang diterapkan di tingkat nasional.
“Kita ingin mengeksplorasi pemikiran dan cita-cita dari kampus UGM,” papar Jay.
Ia menambahkan Yogyakarta merupakan propinsi ke-19 yang dikunjunginya. Sebelumnya, tim Kapsul Waktu sudah mengunjungi propinsi di Sumatera dan Kalimantan.
Sementara itu Direktur Kemahasiswaan UGM, Dr. Senawi, mengatakan UGM bangga menjadi kampus yang pertama dikunjungi tim Kapsul Waktu. Hadirnya Kapsul Waktu ini sekaligus mengajak sivitas akademika UGM untuk memproyeksikan pemikiran dan cita-cita di masa depan.
“70 tahun Indonesia merdeka apa saja yang dilakukan kita evaluasi. Kesuksesan itu berawal dari mimpi yang dilanjutkan dengan cita-cita dan strategi,” katanya.
Senawi menegaskan bahwa jati diri UGM sebagai kampus nasional dan kerakyatan tidak akan keluar dalam mengisi kemerdekaan.
Dalam kunjungan ke UGM ini tim Kapsul Waktu menerima 10 resolusi mahasiswa UGM untuk Indonesia mendatang. Beberapa isi resolusi tersebut, yaitu terwujudnya kemandirian energi, fasilitas sarana dan prasarana kesehatan, hidup bersama secara harmoni dalam masyarakat ekonomi global yang setara, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang bermartabat dan berkelanjutan, terwujudnya kesejahteraan nelayan, petani dan buruh, terjaganya stabilitas, kedaulatan dan kepastian hukum, ekonomi, politik, sosial dan budaya, serta pembangunan merata dan berkeadilan.
Ekspedisi kapsul waktu merupakan bagian dari gerakan Ayo Kerja yang dicanangkan oleh presiden Jokowi pada peringatan HUT RI ke-70. Rombongan ini berangkat dari Banda Aceh dan dilepas oleh Mensesneg Pratikno. Rombongan akan keliling nusantara di 34 provinsi sebelum berakhir di Papua (Humas UGM/Satria;foto: Budi H)