Tim peneliti dari Fakultas Pertanian UGM yang diketuai oleh Dr. Ir. Taryono tengah mengembangkan varietas padi “Amphibi” untuk menyiasati penurunan produksi padi di Indonesia diakibatkan adanya fenomena perubahan iklim global baik karena el-nino dan la-nina dan dampak pengalihan fungsi lahan sawah ke non-sawah yang mencapai 96.512 hektar per tahun. Sesuai dengan nama julukannya, padi dengan nama produk Gamagora yang merupakan kependekan dari Gama Gogo Rancah. “Gamagora sedang dilakukan uji multilokasi sebanyak 14 lokasi di seluruh indonesia,” kata Dr. Taryono ditemui di sela-sela peninjauan lokasi uji multilokasi di Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT), Berbah, Kalitirto, Sleman, Minggu (20/3).
Menurut Taryono, padi ini tengah diuji di delapan lokasi pada sawah dan enam lokasi pada tanah tadah hujan. Kegiatan uji multilokasi untuk mendapatkan izin edar dan izin rilis varietas baru dari Kementerian Pertanian.
Anggota peneliti lainnya Dr. Panjisakti Basunada, S.P., M.P., menuturkan uji multilokasi dilakukan untuk mendapatkan keunggulan padi ini dibanding dengan padi sejenis yang sudah ditanam di Indonesia. “Di sini yang akan kita libatkan ada sepuluh calon, ditambah dengan empat pembanding. Dibandingkan dengan kultivar yang sudah eksis, yang disukai petani dan unggul. Paling tidak syarat kultivar bisa lulus menyamai penampilan, menyamai karater yang unggul,” katanya.
Sementara ini keunggulan dari jenis padi ini bisa ditanam di lahan persawahan maupun lahan non sawah. “Yang kita jagokan disini padi ini selalu unggul pada sawah dan lahan kering karena itu disebut amphibi sebagai label saja agar berkesan bagi petani,” paparnya.
Meski memiliki potensi produksi mencapai 10 ton per hektare, padi amphibi ini tengah dilakukan uji multilokasi terhadap 10 galur harapan di 14 lokasi di 9 provinsi yang meliputi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Halmahera Utara. “Sampai saat ini sempat kita prediksi sudah mulai kelihatan beberapa nomor sudah melihat potensi hasil (produksi) lebih tinggi di padi pembandingnya. Ada kemampuan beradaptasi dan stabilitas. Siap dirilis nasional jika bagus di semua tempat. Jika hanya satu (tempat), maka hanya kultivar satu tempat saja,” jelasnya.
Rektor UGM Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., menyampaikan apresiasi atas hasil inovasi riset padi Gamagora yang sudah memasuki uji multilokasi. Menurutnya padi ini memiliki potensi untuk bisa ditanam di dua lokasi area persawahan dan lahan kering. Oleh karena itu, padi ini menurutnya bisa menjadi bibit padi yang baik untuk meningkatkan produktivitas padi di tanah air. “Bibit yang bagus menjadi kebutuhan bagi pertanian kita bahwa produktivitas harus kita tingkatkan per hektarenya. Saya kira minimal 10 ton per hektare sangat bagus dan dengan meningkatnya produktivitas per hektare tentu menguntungkan petani,” katanya.
Rektor berharap, padi Gamagora ini selain potensial menghasilkan produksi panen per hektare yang tinggi, namun juga memiliki keunggulan terhadap hama penyakit serta bisa lolos uji varietas dan mendapatkan izin edar. “Saya berharap nantinya bisa dirilis dan dilepas ke masyarakat sebagai varietas unggul nasional sehingga bisa ditanam petani di penjuru tanah air. Semoga ini lekas dilepas,” pungkasnya.
Selain meninjau lokasi uji multilokasi padi Gamagora, Rektor juga melaksanakan panen raya varietas Inpari 42 di sekitar lokasi yang sama. Gabah yang dihasilkan dari panen padi ini akan diproses menjadi benih padi bersertifikat, yang separuhnya digunakan sebagai bantuan ke beberapa kelompok tani yang ada di sekitar PIAT UGM. Adanya bantuan benih tersebut diharapkan dapat menekan biaya produksi sehingga produktivitas meningkat.
Penulis : Gusti Grehenson