Prevalensi merokok di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Jumlah perokok harian mengalami peningkatan yaitu sejumlah 721 juta pada tahun 1980 meningkat menjadi 967 juta pada tahun 2012. Indonesia menempati urutan tertinggi prevalensi merokok bagi laki-laki diantara negara-negara anggota ASEAN yakni sebesar 67,4 persen.
“Gangguan kesehatan yang diakibatkan karena merokok memiliki dampak ekonomi yang cukup besar. Karena kesehatan dianggap sebagai barang modal dalam proses produksi, efek kesehatan dapat berpengaruh terhadap produktivitas,”papar Endah Saptutyningsih pada ujian terbuka program doktor Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Jumat (28/8) di FEB UGM.
Dalam disertasinya berjudul Esai Tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Merokok, Endah mengatakan bahwa penelitiannya ini menggunakan data IFLS (Indonesia Family Life Survey) atau SAKERTI, sekaligus menganalisis pengaruh tidak langsung perilaku merokok terhadap produktivitas kerja di Indonesia.
“Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa semakin lama individu merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru mereka,”tutur dosen Fakultas Ekonomi UMY tersebut.
Disamping perilaku kesehatan yang buruk terutama merokok, individu melakukan kegiatan fisik cenderung memiliki kapasitas paru-paru lebih tinggi daripada individu yang tidak melakukan kegiatan fisik. Kondisi kesehatan akibat merokok ini juga berpengaruh terhadap produktifitas seseorang. Dengan menggunakan ukuran kesehatan objektif yang berupa kapasitas paru-paru individu, ditunjukkan bahwa kapasitas paru-paru berpengaruh positif terhadap jam kerja individu per minggu. Semakin besar kapasitas paru-paru, semakin lama jam kerja individu.
“Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung berkurangnya lama merokok individu akan mengakibatkan perbaikan status kesehatan yang berupa peningkatan kapasitas paru-paru sehingga akan menambah jam kerja per minggu,”katanya.
Di akhir disertasinya, Endah menegaskan bahwa perokok saat ini akan meng-update ekspektasi masa hidupnya dibandingkan orang yang pernah merokok atau non-perokok. Ketika perokok saat ini mengalami gangguan kesehatan akan menilai risiko yang lebih besar. Mereka tidak melakukan reaksi yang sebanding dengan apabila mereka hanya menerima informasi yang bersifat umum. Informasi yang spesifik tentang gangguan kesehatan lebih mendorong mereka untuk meng-update keyakinannya.
“Selain informasi, tingkat pendidikan juga cukup berpengaruh khususnya terhadap pola hidup sehat. Salah satunya dengan mengurangi konsumsi merokok atau bahkan tidak merokok,”pungkasnya (Humas UGM/Satria)