Sirosis hati masih menjadi salah satu problem kesehatan utama di dunia. Penyakit ini menjadi penyebab kematian terbesar pada penderitanya. Data WHO tahun 2011 mencatat sebanyak 738.000 pasien dunia meninggal akibat sirosis hati ini.
dr. Siti Muchayat P, MS, Sp.PK(K), pakar patologi klinik Fakultas Kedokteran UGM menyebutkan jumlah sirosis hati di RSUP Dr. Sardjito mencapai 4,1 persen per tahun. Dalam kurun waktu 2000-2002 terdapat 301 pasien sirosis hati yang dirawat di bagian penyakit dalam. Sementara pemantauan fibrosis dan sirosis hati saat ini banyak dilakukan dengan menggunakan biopsi jaringan sebagai baku emas. Meski demikian, biposi hati ini sulit dilakukan. “Tidak hanya itu, metode ini sering ditolak penggunaanya oleh pasien karena menimbulkan rasa sakit invasif dan memakan biaya besar,” ungkapnya saat ujian terbuka program doktor, Kamis (27/8) di Fakultas Kedokteran UGM.
Menurut dokter bagian KSM Patologi Klinik & Kedokteran Laboraturium RSUP Dr. Sardjito ini penting untuk mencari metode pemantauan sirosis hati yang tidak menimbulkan rasa sakit invasif dan juga terjangkau bagi pasien. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan panel marker hematologi serologi Agrainase-1 (ARG-1), Fibronectin, IL-13, TIMP-1, dan sel T CD4+ . Marker agrainase, imunselular limfosit T CD4+ , sitokin IL-13, matrix ekstraseluler (FN), dan TIMP-1 timbal balik dengan hepatic stellate cells (HSC) secara signifikan berperan dalam patogenesis fibrosis hati.
Hasil penelitian Siti memperlihatkan bahwa kadar serum ARG-1 dan IL-13 bersama-sama bisa digunakan sebagai prediktor fibrosis dan sirosis hati. Sementara marker serologi ARG-1 dan IL-13 baik secara bersama atau sendiri mempunyai hubungan sangat kuat yang signifikan (p>0.01) dengan tingkat fibrosis hati. “Keduanya bisa dipakai sebagai prediktor yang baik dari sirosis hati,” tutupnya. (Humas UGM/Ika)