Peraturan zonasi di Indonesia merupakan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang yang relatif masih baru sejak diberlakukannya UU Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007. Peraturan zonasi yang digunakan Indonesia saat ini mengadopsi peraturan zonasi dari negara lain, yaitu Amerika Serikat (AS). Ada keraguan apakah peraturan zonasi Indonesia dalam bentuknya sekarang mampu berjalan baik karena kondisi Indonesia berbeda dengan AS.
“Keraguan itu muncul karena kondisi Indonesia memang berbeda dengan AS,”papar Korlena pada ujian terbuka program pascasarjana Fakultas Teknik UGM, Selasa (25/8) di KPTU Teknik.
Dalam disertasinya berjudul Model Konseptual Peraturan Zonasi di Indonesia, Korlena menyebutkan ada tiga sistem pemanfaatan ruang yang berkembang di dunia, yaitu regulatory system, discretionary system dan moderate system. Penelitian Korlena ini bertujuan untuk membangun suatu model konseptual peraturan zonasi di Indonesia. Beberapa lokasi yang dijadikan penelitian meliputi Cimahi, Yogyakarta, Surabaya dan Salatiga.
“Model konseptual dibangun menggunakan metode simulasi dan pemodelan,”imbuh PNS di Bappeda Kota Palembang tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukannya menghasilkan tiga alternatif model konseptual peraturan zonasi di Indonesia. Faktor kelembagaan, peraturan zonasi, SDM dan teknologi menjadi faktor dalam membangun ketiga model ini. Perbedaan ketiga model ini pada sistem pemanfaatan ruang yang diakomodasi setiap model. Model alternatif pertama mengakomodasi moderate system, model alternatif kedua mengakomodasi regulatory system dan model ketiga mengakomodasi discretionary system.
Dari hasil penelitiannya ini Korlena menilai ada regulasi pembentukan kelembagaan di tingkat pemerintah kota yang berwenang dalam evaluasi rencana tata ruang yang memuat peraturan zonasi.
“Perlu kebijakan yang mempersiapkan dan mewujudkan kemajuan teknologi penyediaan data, peta dan informasi tata ruang,”tegas Korlena (Humas UGM/Satria)