Hipertensi dalam kehamilan atau preeklamsia sampai saat ini masih merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di bidang obstetric selain perdarahan dan infeksi. Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria ini merupakan komplikasi serius pada trimester kedua kehamilan. Preeklamsia merupakan penyebab terjadinya pertumbuhan janin terhambat, kelahiran premature, morbiditas dan mortalitas pada ibu. Insiden penyakit ini terjadi antara 5-10% dari seluruh kehamilan.
“Survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2013 menunjukkan kematian maternal akibat preeklamsia ini mencapai 29 ribu orang,”papar Novia Fransiska Ngo pada ujian terbuka program doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran UGM, Senin (10/8).
Pada kesempatan itu Novia mempertahankan disertasinya berjudul “Kadar Faktor Angiogenik, Anti Angiogenik dan Podosit Urin pada Preeklamsia: Tinjauan Laboratoris Biomarker VEGF, PIGF, sVEGFR1 dan Podocin Urin”.
Ia menjelaskan gejala klinik preeklamsia muncul setelah minggu ke-20 kehamilan namun proses iskemia telah dimulai dari beberapa minggu sebelumnya. Bila tidak terdiagnosis maupun tertangani, preklamsia bisa menyebabkan kegagalan multiorgan, koagulopati, eklamsia bahkan kematian maternal dan janin. Menurut Novia pemberian beberapa preparat diperkirakan mampu mencegah terjadinya preeklamsia namun preparat-preparat tersebut tidak dapat diberikan pada semua wanita hamil karena membutuhkan biaya yang besar.
“Penelitian lain juga menunjukkan bahwa proteinuria pada preeklamsia bukan hanya karena disfungsi endotel tetapi lebih merupakan konsekuensi kerusakan sel epitel glomerular ginjal (podosit),” kata kepala laboratorium Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, FK Unmul/RSUD A. Wahab Sjahranie, Samarinda tersebut.
Novia menambahkan tujuan penelitian yang dilakukannya untuk mempelajari perubahan konsentrasi faktor angiogenik, faktor anti angiogenik urin serta gambaran podosit urin penderita preeklamsia di RSU A. Wahab Sjahranie Samarinda. Sampel penelitian terdiri dari kontrol yaitu ibu hamil pada usia kehamilan ≤20 minggu, trimester II dan III tanpa preeklamsia dan sebagian kasus adalah ibu hamil yang mengalami preeklamsia setelah usia kehamilan ≥20 minggu.
Beberapa hasil penelitiannya terungkap bahwa kadar faktor angiogenik VEGF urin pada kasus preeklamsia di trimester I meningkat dua kali dibandingkan dengan kontrol, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna. Pada trimester II dan III, kadar VEGF urin kasus cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol. Selain itu, kadar faktor angiogenik PIGF urin pada kasus preeklamsia trimester I cenderung lebih tinggi dari kelompok kontrol. Kadar faktor antiangiogenik sVEGFR-1 urin pada kasus preeklamsia di trimester I tidak berbeda dengan kelompok kontrol. (Humas UGM/Satria)