![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2015/04/02041514279425941185243696-777x510.jpg)
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Dr. Darmansjah Djumala, S.E.,M.A., menyebutkan pemerintah perlu melakukan pengaturan kembali terhadap batas-batas wilayah laut Indonesia khususnya kawasan perbatasan. Pasalnya, dalam beberapa waktu terakhir marak kasus pencurian ikan oleh negara lain di sejumlah kawasan perairan Indonesia.“Sebagai negara maritim, Indonesia harus memastikan koordinat batas laut melalui kesepakatan hukum yang dinegosiasikan dengan negara berbatasan,” katanya, Senin (6/4) saat memberikan kuliah umum “Politik Luar Negeri Era Jokowi: Kebijakan dan Strategi” di Perpustakaan UGM.
Melalui langkah tersebut, Djumala berharap tindakan pencurian ikan beserta kekayaan laut lainnya oleh kapal asing dapat diminimalisasi. Selain itu, dengan adanya penetapan batas wilayah kelautan yang jelas dan tegas dapat menjaga keutuhan wilayah kesatuan NKRI. “Makanya kegiatan illegal fishing digeber habis-habisan dalam upaya melaksanakan kedulatan politik dan menjaga keutuhan wilayah,” tuturnya.
Belum lama, pemerintah mengambil tindakan tegas dengan menenggelamkan sejumlah kapal asing yang terbukti menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk memberi efek jera kepada pelaku pencurian. “Kapal-kapal asing dari Malaysia, Vietnam, Dan Filipina yang kemarin mengambil ikan di perairan Indonesia langsung ditembak,” ujarnya.
Menanggapi perlakuan yang terkesan tebang pilih dalam menindak para pelaku illegal fishing, seperti yang dilakukan kapal MV Hai Fa hanya dikendakan denda sebesar Rp. 200 juta dan subsider 6 bulan penjara, bukan ditenggelamkan seperti kapal-kapal kecil lainnya, Djumala memperkirakan tindakan tersebut dilakukan karena mempertimbangkan aspek ekonomi. Rencananya kapal berbobot mati 4.306 gros ton itu akan dilelang. “Kapal Hai Fa kan besar jadi proses penindakannya panjang, mungkin akan dilelang, tidak seperti kapal-kapal kecil yang langsung dihancurkan. Kalau kapal kayu kecil siapa yang mau beli, ini kapal besar pasti banyak yang mau beli,” urainya.
Kapal Hai Fa tertangkap saat melakukan penangkapan ikan secara ilegal di Perairan Wanam, Kabupaten Merauke pada akhir Desember tahun 2014 silam. Kapal tersebut membawa 800,7 ton ikan beku dan 100,044 ton udang beku serta kedapatan menyimpan 15 ton hiu martil. Dari kasus pencurian tersebut diperkirakan negara menderita kerugian hingga Rp. 70 miliar. (Humas UGM/Ika)