Rektor UGM Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D menegaskan keseriusan UGM dalam memerangi korupsi di tanah air. Perang melawan korupsi tersebut dilakukan melalui jalur pendidikan, baik melalui kuliah, kegiatan ekstra kurikuler, advokasi, maupun KKN mahasiswa.
“Ada sekolah anti korupsi. Selain itu mahasiswa sudah mulai melakukan KKN anti korupsi,” papar Dwikorita, pada Seminar Nasional Kajian Strategi Nasional Penanggulangan Korupsi, Selasa (10/3) petang di Grha Sabha Pramana (GSP). Acara dihadiri oleh sejumlah dekan, guru besar, perwakilan rektor perguruan tinggi serta mahasiswa.
Dwikorita menambahkan komitmen UGM dalam memerangi korupsi dilakukan baik sebagai solusi jangka pendek maupun panjang. Rektor sepakat jika perlawanan terhadap korupsi tidak bersifat insidental namun berkelanjutan.
“Yang penting jangan berakibat memanaskan suasana saja. Kita juga sudah sampaikan rekomendasi pemberantasan korupsi ini langsung kepada bapak Presiden,” imbuhnya.
Zainal Arifin Mochtar selaku Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM menilai UGM harus berperan serta dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Zainal melihat untuk memberantas korupsi tersebut diperlukan sikap tegas dan political will dari Presiden.
“Problemnya itu ada mafia peradilan serta pemutarbalikkan fakta yang justru dilakukan oleh oknum lembaga penegak hukum,”katanya.
Pakar hukum dari Fakultas Hukum Prof. Eddy OS Hiariej lebih sepakat jika pemberantasan korupsi menjadi kewenangan sepenuhnya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eddy masih melihat ada ego sektoral antar lembaga penegak hukum sehingga justru memperlambat proses pemberantasan korupsi tersebut.
“KPK lebih tepat. Bukan bersama polisi maupun kejaksaan sebagai trisula penanggulangan korupsi,” jelas Eddy.
Sebelumnya peneliti dari P2EB FEB UGM, Rimawan Pradiptyo,Ph.D memaparkan hasil penelitiannya. Di negara maju korupsi cenderung minimum mengingat masyarakat memiliki kesadaran bahwa korupsi adalah musuh bersama dan tidak ada toleransi terhadap korupsi. Di negara maju semua institusi penegak hukum dan seluruh jajaran birokrasi memiliki tugas menanggulangi korupsi.
“Berbeda dengan negara berkembang yang belum mapan sistem kelembagaannya dan masyarakatnya cenderung permisif terhadap korupsi,” ungkap Rimawan.
Penelitiannya bersama tim juga menunjukkan bahwa korupsi memiliki arah yang berlawanan dengan pembangunan kelembagaan. Pembangunan kelembagaan akan bermuara pada penurunan biaya transaksi dan meningkatkan transparansi, namun korupsi justru menciptakan dampak yang sebaliknya.
“Semakin tinggi korupsi, semakin rendah peran pemerintah dalam kehidupan masyarakat. Diperlukan komitmen nasional terhadap pemberantasan korupsi dengan persepsi yang sama,” pungkasnya. (Humas UGM/Satria;foto:Budi H)