Indonesia kaya dengan hasil hutan, seperti kayu. Dari kekayaan yang dimiliki tersebut banyak berupa peninggalan bawah air berbahan kayu (waterlogged wood) dan tersebar di berbagai wilayah, baik di dalam maupun luar negeri. Sayangnya, konservasi berbagai waterlogged wood ini belum serius ditangani.
“Ya perhatian serius masih kurang. Ini para peneliti juga tengah mulai memikirkan konservasinya,” papar dosen Fakultas Kehutanan UGM, Dr. Ir. Sri Nugroho Marsoem, M.Agr. di sela-sela International Workshop on Conservation of Archaelogical Waterlogged Wood, Senin (19/1) di Fakultas Kehutanan UGM. Pada kesempatan tersebut Marsoem didampingi ketua panitia Dr. Joko Sulistyo, S.Hut., M.Sc.
Workshop yang diadakan ini menurut Marsoem membahas tentang cara konservasi maupun teknik identifikasi waterlogged wood. Ia menjelaskan komitmen pemerintahan Jokowi yang ingin memperkuat maritim. Hal ini sejalan dengan langkah konservasi maupun pelestarian waterlogged wood.
“Di Indonesia itu ada sekitar 4000 jenis kayu. Seratus jenis diantaranya dipakai untuk bahan kapal, seperti bitti sebagai bahan kapal phinisi,” papar Marsoem.
Sementara itu, Dr. Yohsei Kohdzuma dari Nara National Research Institute for Cultural Properties mengatakan metode konservasi waterlogged wood pada prinsipnya dibagi menjadi tiga yaitu metode impregnasi (impragnation), pengeringan dan pembekuan (frezee drying), dan metode pengeringan alami terkendali.
“Risikonya, jika waterlogged wood ini dikeringkan akan menyebabkan deformasi, menyusut bahkan rusak (hancur),” kata Kohdzuma.
Senada dengan itu Nahar Cahyandaru dari Balai Konservasi Borobudur menyampaikan beberapa kajian konservasi tinggalan bawah air berbahan kayu tersebut, seperti perahu kuno Indramayu. Balai Konservasi Borobudur menjadikan perahu kuno Indramayu sebagai objek kajian dalam evaluasi metode pengeringan alami pada waterlogged wood.
Evaluasi metode pengeringan alami perahu kuno Indramayu didasarkan pada data sejarah penyelamatan, pengangkatan dan tindakan konservasi yang pernah dilakukan, jenis-jenis kayu penyusun perahu serta kondisi perahu dan lingkungannya saat ini. (Humas UGM/Satria)