YOGYAKARTA – Rektor Universitas Gadjah Mada menyesalkan aksi teror yang dilakukan 20-an orang pada acara nonton bareng dan diskusi film Senyap karya Joshua Oppenheimer di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM, Rabu malam, 17 Desember 2014. Aksi penyerbuan dan intimidasi yang dilakukan salah satu ormas ini menurut Rektor sebagai bentuk tindakan yang tidak menjunjung tinggi mimbar kebebasan akademik di dalam kampus. “Kita menyesalkan segala bentuk intervensi dan intimidasi terhadap seluruh kegiatan-kegiatan di dalam kampus,” kata Rektor UGM Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., kepada wartawan, Jumat (19/12).
Rektor juga menyesalkan aparat keamanan yang dinilainya tidak sigap dan terkesan tidak memberi perlindungan kepada mahasiswa sebaliknya mentolerir aksi teror dan kekerasan yang dilakukan sekelompok orang tersebut. “Kita juga menyesalkan pihak keamanan yang kurang responsif terkesan tidak melindugi mahasiswa. Kita mita agar masalah ini segera diusut tuntas, tindakan intimidasi semacam ini tidak boleh terjadi lagi,” ujarnya.
Diakui Rektor UGM, aksi penyerbuan ini tidak hanya terjadi di kampus UGM namun juga terjadi di beberapa kampus yang dijadikan tempat pemutaran film yang difasilitasi oleh Komnas HAM tersebut. Selain meminta polisi untuk segera mengusut para pelaku, Rektor juga mendesak agar pihak keamanan bisa melindungi seluruh warga negara dari segala macam bentuk intervensi dan intimadasi yang berbau kekerasan. “Adalah hak setiap warga mendapat perlindungan dari negara yang sudah diatur dalam konstitusi,” terangnya.
Dekan Fisipol UGM Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si., mengatakan pemutaran film Senyap tersebut dilakukan lembaga pers mahasiswa Fisipol. Kegiatan nonton bareng ini didukung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Film Senyap, kata Erwan, bercerita tentang kasus pelanggran HAM berat yang pernah ada di Indonesia, “Saya kira Film ini bukan menyebarkan paham komunisme, tapi mahasiswa bisa mendapat kesempatan untuk diskusi dan berpikir bila mereka menjadi pemimpin bangsa kelak, mereka belajar dari peristiwa kelam bangsa dan berusaha tidak megulanginya kembali,” katanya.
Selain mengutuk keras aksi penyerbuan tersebut, Erwan bermaksud akan mengirim surat protes kepada presiden Joko widodo agar mengambil tindakan tegas bagi mereka yang melakukan aksi teror yang dilakukan sekelompok orang. “Kita berharap Pemeritah Jokowi merealisasikan janjinya untuk menghadirkan negara pada setiap warganya, kita tidak ingin ada lagi mahasiswa yang diteror dari pihak luar kampus,” tandasnya.
Menurut Erwan, aksi teror dan intimidasi lewat kekerasan ini sebaiknya tidak perlu dilakukan asalkan setiap gagasan dan pemikiran yang berbeda bisa diselesaikan dengan mengutamakan dialog. “Kalau cara penyelesaian dialog tidak dibiasakan, saya khawatir setiap masalah selalu diselesaikan dengan cara intimidasi dan kekerasan,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)