![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/12/11121414182823171840541602-680x510.jpg)
Kekhawatiran pelemahan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) bukan tanpa alasan, karena beberapa produk legislasi yang berpotensi melemahkan KPK akan kembali masuk ke dalam Prolegnas 2015-2019. Pemerintah sendiri menargetkan penyelesaian RUU KUHP dan RUU KUHAP di masa pemerintahan Jokowi-JK, padahal ada potensi melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi dalam rancangan kedua undang-undang itu.
“Ada upaya melemahkan KPK, menguasai parlemen, menguasai pemilihan kepala daerah serta pilpres lima tahun mendatang,” ujar anggota Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson Junto, di kantor Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum, UGM, Kamis (11/12). Selain Emerson, hadir pula peneliti PUKAT UGM, Hifdzil Alim.
Selain melalui proses pembahasan RUU KUHP maupun KUHAP, Emerson menilai pelemahan KPK juga terlihat dari proses pembahasan RUU Tipikor, RUU KPK hingga seleksi calon pimpinan KPK. DPR menurut Emerson diperkirakan akan memilih figur yang ‘aman’ buat mereka.
“Nampaknya, KPK juga digiring untuk fokus pada upaya pencegahan bukan lagi pemberantasan,” katanya.
Sementara itu peneliti PUKAT UGM, Hifdzil Alim menambahkan upaya melemahkan KPK tersebut dilakukan secara sistematis sehingga merusak pola pikir akademis maupun masyarakat awam. Ia mencontohkan pengaturan putusan pidana MA yang tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi menjadi kontraproduktif dengan upaya penjeraan koruptor.
“Padahal beberapa perkara korupsi yang diputus lebih berat di tingkat MA menjadi preseden baik, sekaligus untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan,” tutur Hifdzil.
Sementara terkait dengan delik korupsi dalam RUU KUHP, pengaturan tentang kerugian negara bukanlah bagian dari sebuah delik, melainkan hanya sebagai alasan pemberat pidana. Ini berbeda dengan delik korupsi tentang penyalahgunaan kewenangan dan perbuatan hukum yang menimbulkan kerugian keuangan negara dalam UU Tipikor.
Melihat kondisi tersebut, PUKAT FH UGM bersama ICW mendesak pemerintah menarik kembali RUU KUHAP yang sudah dibahas di DPR pada periode 2009-2014 untuk dibahas dengan lebih mendalam dan melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk KPK. Selain itu perumusan dan pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP dilakukan oleh DPR dan pemerintah periode 2014-2019, dengan proses yang terbuka, partisipatif, dan akuntabel serta terbebas dari konflik kepentingan. (Humas UGM/Satria)