Dosen Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, UGM, Ahmad Agus Setiawan, Ph.D meraih Habibie Award 2014. Agus meraih Habibie Award di bidang ilmu rekayasa. Ia meraih penghargaan tersebut bersama Dr. Eng. Ferry Iskandar (dosen Program Studi Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung), Prof. Dr. Salim Said (Mantan Duta Besar Indonesia untuk Republik Ceko) serta Nobertus Riantiarno (aktor/sutradara). Pemberian penghargaan telah dilakukan di Jakarta, Kamis (13/11).
Pada penganugerahan tersebut Ahmad Agus Setiawan mengaku bangga dan surprise. Sebuah kehormatan karena nama Habibie adalah nama yang besar dan dikenalnya ketika duduk di bangku SD.
“Merupakan kehormatan sekaligus bentuk kejutan yang sangat indah kepada saya dan keluarga untuk menerima penghargaan dari Habibie, sebuah nama yang pertama kali saya dengar beberapa tahun lampau ketika saya masihlah seorang anak Sekolah Dasar Negeri Terban Taman II di sudut utara kota Yogyakarta,”papar Ahmad Agus.
Melalui pidato ilmiahnya berjudul “Mendorong Penggunaan Teknologi Energi Terbarukan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”, Agus mengatakan sejak tahun 2012 telah dicanangkan program Sustainable Energy for All yang memuat kepastian akses ke pelayanan energi modern, peningkatan pada efisiensi energi serta meningkatnya peran energi terbarukan pada bauran energi global. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi Indonesia, yang juga harus memastikan pembangunan berkelanjutan dan pemenuhan energi untuk semua warga negaranya termasuk di pelosok dan penjuru negeri.
“Perguruan tinggi memiliki peluang besar untuk menerapkan hal tersebut dan merealisasikan konsep Education for Sustainable Development menjadi kenyataan,”katanya.
Untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan, perguruan tinggi memiliki kesempatan untuk melakukan pendidikan dan penelitian dengan melibatkan para mahasiswa mengenai trend dan berbagai macam pilihan teknologi dan diseminasinya. Hal tersebut bila sudah teruji kelayakannya dapat diaplikasikan melalui pengabdian masyarakat melalui program yang terencana, terukur dan dengan monitoring serta evaluasi yang memadai.
Ia mencontohkan program yang diprakarsai oleh dua kelompok mahasiswa dari Curtin University, Australia, dan UGM yang kemudian terpilih sebagai pemenang kompetisi internasional Mondialogo Engineering Award 2007. Kemitraan tersebut mendorong mahasiswa teknik di negara maju dan negara berkembang untuk membentuk tim internasional yang selanjutnya membuat proposal program yang sesuai dengan United Nations’ Millenium Development Goals.
“Tujuan program ini adalah untuk menyediakan tenaga listrik dan suplai air bersih yang berkelanjutan untuk daerah terpencil dan tertinggal dengan menggunakan sumber-sumber energi terbarukan seperti energi surya yang ada di wilayah tersebut,”papar pria kelahiran Yogyakarta, 16 Agustus 1975 itu.
Menurut Agus lokasi terpilih untuk program ini yaitu Dusun Banyumeneng, Kecamatan Panggang, Gunungkidul, Yogyakarta. Lokasi ini menghadapi masalah krisis penyediaan air bersih, khususnya pada musim kemarau setiap tahunnya. Model pembangunan ini kemudian mendapatkan kesempatan untuk direplikasikan di daerah yang memiliki kesamaan kondisi yakni karst area dan mengalami kesulitan air setiap musim kemarau, tepatnya di daerah Sureng, Kecamatan Tepus, Gunung Kidul.
Melalui model pendekatan melalui Program KKN UGM selama 3 tahun berturut-turut kemudian dibangunlah sistem penyediaan air bersih bertenaga matahari. Model ini berkembang dengan kerjasama bersama KEMENRISTEK untuk direplikasikan di daerah lain yakni di Jember, Jawa Timur dan juga di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dan saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum berencana melakukan pendekatan pembangunan sistem suplai air bersih model serupa bekerjasama dengan 10 perguruan tinggi lainnya di Indonesia dengan UGM sebagai role model (Humas UGM/Satria)