![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/11/0311141414987224994575180-694x510.jpg)
Jumlah penderita kanker di dunia terus bertambah dari tahun ke tahun. Bahkan WHO memperkirakan akan terjadi lonjakan penderita kanker hingga 300 persen di seluruh dunia pada tahun 2030. Sementara 70 persen kenaikan tersebut akan terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
Meningkatnya angka kejadian kanker di Indonesia menjadi persoalan dalam upaya penanganan kanker. Ketua Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) Prof dr Soehartati A. Gondhowiardjo, Sp.Rad. menyebutkan radioterapi sejak dini dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hingga 85 persen. Metode ini banyak digunakan di negara maju maupun berkembang sekitar 60-70 persen dalam pengobatan kanker. Sayangnya belum semua pasien kanker yang memerlukan terapi radiasi di Indonesia dapat mengakses layanan tersebut dikarenakan keterbatasan alat radioterapi.
“Saat ini ada 28 pusat radioterapi di Indonesia, tetapi harus di up-grade fasilitasnya karena jumlah pasien kanker terus bertambah,” katanya, Selasa (4/11) saat jumpa pers kegiatan European Society for Radiotherapy and Onchology (ESTRO) di Fakultas Kedokteran UGM.
Soehartati mengungkapkan tidak sedikit pasien kanker yang kurang tertangani karena minimnya peralatan terapi radiasi. Bahkan di sejumlah daerah pasien harus mengantri dalam jangka waktu cukup panjang untuk menjalani radioterapi. Misalnya di RS Dr. Cipto Mangunkusumo daftar tunggu radioterapi hingga 6 bulan, sementara di RS Karyadi Semarang pasien bahkan harus antri hingga 1 tahun.
“Radioterapi memang bisa meningkatkan kualitas hidup pasien jika dilakukan sejak dini, tetapi kalau harus menunggu mendapatkan penangangan sampai 1 tahun kanker sudah semakin parah,” ujarnya.
Karenanya Soehartati menekankan masyarakat untuk mewaspadai risiko kanker dengan memulai pola hidup sehat. Pasalnya sekitar 43 persen kejadian kanker bisa dicegah dengan pola hidup sehat.
Sementara Direktur RS Dr. Sardjito, Dr. M. Syafak Hanung, Sp.A., menyebutkan hal senada. Pasien harus mengantri setidaknya 1 tahun untuk mendapatkan perawatan radioterapi di RS Dr. Sardjito. Peningkatan jumlah antrean semakin bertambah sejak pemberlakuan kartu sehat dari Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).
“Daftar waiting list untuk radioterapi sampai Januari 2016,” ungkapnya.
Hingga saat ini, dikatakan Hanung, RS Dr. Sardjito baru memiliki dua alat radioterapi. Sedangkan jumlah pasien kanker yang membutuhkan penanganan alat tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data tahun 2009 pasien kanker mencapai 1033 orang meningkat menjadi 1420 orang pada tahun 2013. Dari total jumlah pasien di tahun 2013 baru 856 orang yang memperoleh perawatan radioterapi.
“Hanya 60 persen saja yang bisa mendapat pelayanan radioterapi, sementara sisanya tidak tertangani,” terangnya.
Ditambahkan, untuk mengatasi persoalan tersebut dilakukan dengan melakukan penambahan alat radioterapi. Namun untuk saat ini rumah sakit belum mampu mengadakan peralatan radioterapi secara mandiri dengan harga 1 unit mencapai Rp. 15 miliar.
Barbara Alicja Jereczek, Ahli Onkologi Instituto Europeo di Oncologia (Itali) mengatakan bahwa radioterapi merupakan salah satu cara pengobatan kanker yang aman dan efektif untuk pasien kanker. Pengobatan ini dilakukan tanpa proses pembedahan, tidak menimbulkan rasa sakit, serta minim efek samping.
Sementara ahli kanker Fakultas Kedokteran UGM dr. Ibnu Purwanto SpPO dalam kesempatan itu mengatakan bahwa kanker payudara, saluran cerna, dan leher rahim merupakan jenis kanker yang masih mendominasi di Indonesia. Kebanyakan penderita kanker di Indonesia terjangkit kanker dalam usia lebih muda dibandingkan dengan penderita di sejumlah negara maju. Hal ini dikarenakan pola hidup masyarakat Indonesia yang cenderung tidak sehat. (Humas UGM/Ika)