YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada kerap mendatangkan berbagai duta besar (dubes) asing dan dalam negeri untuk memberikan kuliah di hadapan ratusan mahasiswa. Kuliah tamu ini umumnya berlangsung selama 2-3 jam. Setiap bulan sekitar 2-3 dubes sengaja diundang untuk memberikan tukar pengalaman mereka ketika menjalankan tugasnya di negara masing-masing. Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., mengatakan dengan mendatangkan para dubes ini diharapkan memberikan bekal tambahan pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa yang berminat berkarir menjadi diplomat di kemudian hari.
“Kita ingin menghasilkan lulusan yang bisa bersaing di tingkat global sehingga penting bagi mahasiswa mengetahui perkembangan terkini dunia luar. Salah satu dengan mengundang duta besar,” kata Rita, demikian ia akrab disapa saat membuka kuliah tamu Dubes RI untuk Bulgaria dan Albania, Bunyan Saptomo, di ruang Balai Senat UGM, Selasa (14/10).
Sebelumnya, kata Rita, pihaknya telah mengundang beberapa duta besar asing dari berbagai negara yang berkesempatan memberikan kuliah tamu di UGM seperti Dubes Amerika Serikat Robert O.Blake, Jr., Dubes Inggris Mark Canning, dan Presiden Singapura Tony Tan Keng Yam.
Menurut Rita, kesempatan mahasiswa mendengar langsung diplomat langsung dari praktisi merupakan cara paling praktis untuk menambah wawasan mahasiswa. Dengan mengetahui dan mempelajarai bangsa lain mampu mengasah kemampuan mahasiswa menjadi calon pemimpin. “Mereka dari sekarang harus dibekali dengan persepsi global dan keterampilan jangan sampai bangsa ini kalah bersaing dan menjadi pasar dari bangsa lain,” tuturnya.
Bunyan Saptomo, mengatakan menjadi diplomat tidak hanya pintar bernegosiasi namun juga harus handal untuk mempromosikan Indonesia di negara luar. Dia mengatakan, sebagai dubes, dirinya juga ditugaskan mengemban misi ekonomi. Salah satunya bisa membawa pulang minimal 10 pengusaha berminat investasi di Indonesia, “Kebetulan pulang kali ini saya berhasil menarik 15 orang pengusaha dari bulgaria,” katanya.
Selama dua tahun menjadi dubes, Bunyan menceritakan pekerjaan besar para dubes adalah memberikan laporan harian, mingguan hingga bulanan terkait dengan perkembangan negara luar seperti Bulgaria dan Albania. “Kita rutin membuat laporan ekonomi, politik, sosial budaya dan hankam. Sebagai diplomat, kita dituntut pintar menulis seperti wartawan, pintar jadi negosiator, dan mampu melindungi warga kita di luar negeri,” kata pria lulusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM tahun 1981 ini.
Pria kelahiran Klaten Jawa Tengah ini berkisah, dahulunya ia tidak bercita-cita menjadi seorang diplomat, sebaliknya berkeinginan hanya ingin sebatas menjadi Camat, sesuai dengan keinginan kedua orang tuanya. Namun nasib berkata lain, Saptomo tidak lolos dalam ujian masuk CPNS di Pemkab Klaten dan Pemprov Jawa Tengah. Ia pun akhirnya merantau mencari pekerjaan ke Jakarta dengan melamar menjadi wartawan di LKBN Antara. Saat Kemenlu membuka lowongan CPNS, Saptomo ikut mendaftar dan akhirnya diterima. “Dari perjalanan hidup ini, saya memetik penngalaman bahwa kita harus selalu tetap berusaha tapi tetap percaya takdir yang ditentukan yang di atas (Tuhan),” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)