Sosiolog UGM, Wahyu Kustiningsih, S.Sos., M.A., berharap Pemda DIY memperhatikan keberlangsungan sosial ekonomi pedagang kaki lima (PKL) pasca relokasi dari kawasan Malioboro. Salah satunya dengan membuat program yang mampu memberikan jaminan bagi keberlangsungan sosial ekonomi PKL pasca relokasi.
“Perlu dipertimbangkan oleh pemerintah pasca relokasi tidak serta merta melepas. Namun, diikuti pendampingan atau program yang membuat PKL membuat kondisi sosial ekonomi PKL tetap berjalan,” tuturnya, Kamis (3/2).
Ia mengatakan relokasi bukan hanya sekedar memindahkan komunitas pedagang ke kawasan baru dan mengelompokkan berdasar jenis dagangan saja. Namun begitu, perlu diperhatikan pula ikatan sosial yang nantinya terbentuk di tempat baru apakah memiliki risiko konflik.
Dampak terburuk dari relokasi bagi PKL adalah turunnya pendapatan karena sepinya pengunjung. Ditambah lagi saat ini tanah air masih berada dalam kondisi krisis akibat pandemi. Apabila situasi ini tidak teratasi maka risiko munculnya tindakan negatif atau kriminal tinggi.
“Dengan relokasi apakah wisatawan akan berkunjung kesana ini perlu dipertimbangkan,” ucap dosen Departemen Sosiologi FISIPOL UGM ini.
Oleh sebab itu, ia kembali menegaskan perlunya pemda DIY mengembangkan program-program yang bisa menjamin PKL setelah relokasi. Antara lain dengan membuat rekayasa alur atau rekayasa sosial. Misalnya, dengan menjadikan ruang yang ditempati PKL saat ini sebagai ikon baru dari kota Yogyakarta. Dengan begitu dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke tempat relokasi.
“Jadikan ruang baru ini sebagai ikon baru sehingga wisatawan akan merasa tidak lengkap jika ke Jogja tidak berkunjung ke tempat ini,” terangnya.
Penulis: Ika
Foto: id.wikipedia.org