![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/14071414053165162003349379-765x510.jpg)
YOGYAKARTA – Dua mahasiswa Sekolah Vokasi UGM, Henry Pahala Pinilih dan Ashri Rachmawati mengikuti program pertukaran mahasiswa ke Korea. Kedua mahasiswa Diploma ini berkesempatan selama dua semester mengenyam pendidikan di negeri ginseng tersebut. Namun tidak mudah bagi keduanya untuk mendapatkan beasiswa Korean Goverment Scholarship Program (KGSP) ini. Mereka diharuskan mengikuti proses seleksi ketat diantaranya menjadi 10% terbaik di kelas dan memiliki nilai IPK cumlaude, serta nilai TOEFL 500-550. Beruntung selama kuliah di prodi D3 Bahasa Korea, keduanya sudah memiliki prestasi di bidang akademik. “Tidak cukup hanya dengan IPK, kami masih harus bersaing dengan mahasiswa dari seluruh Indonesia yang mendaftar beasiswa ini. Saat itu yang selalu kami lakukan adalah berdoa dan berusaha,” kata Henry yang memiliki nilai IPK 3,83 ini saat menceritakan pengalamannya setelah pulang dari Korea, Selasa (15/7).
Setelah dinyatakan lolos seleksi administrasi akademik, keduanya pun mendapatkan rekomendasi dari Wikan Sakarinto selaku Wakil Direktur Bidang Akademik Sekolah Vokasi UGM dan Ir. Hotma Prawoto selaku Plh. Ketua Prodi D3 Bahasa Korea untuk bisa mengikuti proses seleksi selanjutntya. “Kita juga harus mempersiapkan perencanaan studi, personal assignment, biografi singkat dan persyaratan lainnya dengan lebih jeli. Yang ditekankan bahwa nilai akademik yang tinggi saja tidaklah cukup. Kita diharuskan memiliki etika yang baik dan kemampuan dalam bidang lain,” ujar Henry.
Meski pernah gagal mengikuti tahap proses seleksi wawancara untuk mendapatkan beasiswa yang sama pada tahun sebelumnya, Henry tidak pernah kapok. Tekadnya untuk menimba pengalaman belajar di luar negeri sudah menjadi impiannya sejak lama. “Walaupun pernah gagal, saya tidak menyerah untuk mencoba dan terus mencoba. Di kesempatan kedua, akhirnya saya dinyatakan lolos dalam seleksi,” katanya.
Setelah lebih 1 bulan menanti pengumuman, Henry mengaku sempat khawatir dan cemas, namun berganti girang saat ia diberitahukan pihak Jurusan bahwa ia diterima kuliah di Gangneung-wonju National University (GWNU) Korea. “Tidak hanya orang tua, teman-temanpun juga ikut bangga,” kenangnya.
Tidak Pernah Sepi
Selama di Korea, banyak pengalaman yang didapatkan Henry. Salah satunya memiliki banyak sahabat dari Thailand, China, Jepang, Amerika, Rusia, Kazhakstan, Brunei Darussalam, dan Mongolia yang kebetulan mengikuti program beasiswa yang sama. Bertukar budaya, bertukar bahasa ternyata merupakan hal yang sangat asyik dan menyenangkan bagi Henry. “Teman saya dari China bahkan suka menggunakan kata ‘ora popo’ dengan logat yang lucu untuk mengatakan bahwa keadaan dia baik-baik saja, tidak ada apa-apa,” katanya.
Yang lebih menarik dari sisi pendidikan di Korea, menurut Henry, perpustakaan kampus tidak pernah sepi pengunjung bahkan ia pernah kehabisan tempat duduk untuk bisa belajar di ruang belajar perpustakaan. “Di masa-masa ujian, diberlakukan sistem ticketing untuk bisa belajar di ruang belajar selama 3 jam karena besarnya antusiasme belajar orang Korea,” ungkap Henry yang mengambil kelas pendidikan Hubungan Internasional, Komunikasi Bahasa Inggris, dan Sastra Budaya Korea selama di belajar di Korea. (Humas UGM/Gusti Grehenson)