Mahasiswa Fakultas Teknik UGM mengembangkan hunian sementara (huntara) korban bencana alam yang unik. Pasalnya hunian yang diberi nama Gadjah Mada Bamboo Shelter (Gambooster) dibuat dengan menggunakan sistem puzzle atau bongkar pasang.
“Kami buat dengan sistem puzzle, jadi kalau tidak dipakai lagi bisa dibongkar lalu disimpan dan bisa digunakan lagi jika terjadi bencana. Selain itu dengan sistem ini pembangunan bisa lebih cepat,” jelas Puji Utomo, ketua tim pengembang Gambooster, Senin (14/7) di Kampus UGM.
Puji bersama Erwin Novian Zein, Abdul Halil Mubaraq Mursidi, Agung Wahyu Utomo, dan Lutfi Afipah Oktorin awalnya merasa prihatin dengan kondisi korban bencana alam yang tinggal di pengungsian. Meskipun banyak disediakan huntara oleh pemerintah dan sejumlah pihak, masih saja terdapat beberapa kelemahan pada pembangunanya. Misalnya, pembangunan yang memakan waktu lama, kurang praktis, dan tidak memiliki konsep keberlanjutan sehingga tidak sedikit huntara uang mangkrak setelah tidak digunakan lagi.
“Karenanya kami coba kembangkan produk huntara dengan memadukan smart technology dan green technology untuk menghasilkan huntara yang praktis dan juga ramah lingkungan,” ujarnya.
Gambooster dibuat dengan memanfaatkan material lokal yaitu bambu petung. Selain ramah lingkungan, bambu petung kuat dan ekonomis. Didesain berbentuk rumah panggung berukuran 4 x 6 meter persegi dan tinggi 2,5 meter. Terdiri dari dua kamar tidur dan satu ruang serba guna.
“Bangunan juga didesain agar tahan terhadap terpaan hujan, angin, dan gempa”, terang Puji.
Dalam proses pembuatannya, seluruh rangkaian bambu dan komponen lain disambung satu sama lain layaknya menyusun puzzle. Hanya saja penyambungan antarkomponen dilakukan dengan menggunakan baut dan sekrup.
“Semua komponen huntara disambung dengan rangkaian yang sangat rapi. Dengan begitu korban bencana alam diharapkan bisa merasa nyaman untuk tinggal,” imbuh Erwin Novian. (Humas UGM/Ika)