YOGYAKARTA – Pemerintah dan swasta dianggap belum maksimal dalam menyelesaikan berbagai persoalan krisis lingkungan yang ada di muka bumi, bahkan program pembangunan berkelanjutan belum menjadi isu paling utama yang dijalankan. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat sipil dan masyarakat kampus sangat dibutuhkan untuk mendorong kemauan politik pemerintah dan keberpihakan swasta.
Dr. Darwis Khudori, MA., DEA, pengajar Universitas Le Havre, Perancis, menyatakan, saat ini pembangunan berkelanjutan menghadapi dua persoalan serius, yakni permasalahan krisis lingkungan dan urbanisasi. “Bukan hanya persoalan material, namun juga persoalan immaterial seperti perbedaan budaya dan gaya hidup,” kata Khudori dalam Seminar Internasional bertajuk ‘The State, Business, Civil Society and The Role of University In Search of a Common Platform for Collaboration’ di Ruang Seminar Perpustakaan UGM belum lama ini.
Yukio Kamino, peneliti dan coordinator The Organization for Industrial, Spiritual and Cultural Advancement (OISCA) International bahkan menilai, aktifitas manusia menjadi faktor yang dominan dalam mempengaruhi iklim dan lingkungan di bumi. “Saat ini, kondisi atmosfer, geologi, hidrologi, dan proses alam lainnya sangat dipengaruhi tingkah laku manusia,” jelasnya.
Menurutnya, pendidikan tinggi bisa menjadi pemberi pengetahuan dan penyadaran bahwa manusia harus menyesuaikan diri dengan bumi. Selain sebagai pemberi pengetahuan dan penyadaran dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, lembaga pendidikan tinggi juga berfungsi sebagai perekat antara ketiga aktor utama, pemerintah, pasar dan masyarakat sipil.
Gabriel Lele, Ph.D, Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM, menilai, lembaga pendidikan memiliki otonomi dan netralitas yang tinggi, sehingga dapat memberikan kontribusi dengan melakukan konfiguransi antar aktor dalam mendorong pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Dalam kesempatan yang sama, Mussolini Sinsuat Lidasan, Direktur Qalam Institute of Islamic Identities and Dialogue in Southeast Asia – Anteneo de Davao University, Philippines mengatakan pembangunan yang berkelanjutan juga harus memperhatikan kondisi hidup manusia. “Perdamaian, toleransi dan saling menghargai juga harus menjadi salah satu indikator suksesnya pembangunan berkelanjutan,” pungkasnya. (Humas UGM/Faisol)