
Indonesia sebagai negara yang mempunyai ancaman multibencana perlu meningkatkan kapasitas dan pengetahuan sumber daya manusia tentang studi kebencanaan dari berbagai sudut pandang. Geomorfologi kebencanaan merupakan salah satu pendekatan dalam studi kebencanaan. Geomorfologi kebencanaan mengkaji aspek bentuk lahan, proses, dan hasil proses fisik yang mempunyai potensi dan dapat menimbulkan bencana.
“Pendekatan geomorfologi bencana dapat memberikan kontribusi dalam rangka pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu,” kata Prof. Dr. rer.nat. Muh Aris Marfai, M.Sc pada pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Geografi UGM, Kamis (22/5) di Balai Senat. Pada kesempatan tersebut Marfai menyampaikan pidato berjudul “Peranan Geomorfologi Kebencanaan Dalam Pengelolaan Wilayah Kepesisiran di Indonesia”.
Marfai menambahkan sebagai negara kepulauan Indonesia mempunyai wilayah kepesisiran yang sangat luas dan strategis. Selain memiliki sumber daya beragam, ancaman bencana di kawasan kepesisiran juga sangat besar sehingga perencanaan pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu, termasuk di dalamnya mempertimbangkan aspek kebencanaan, mutlak dilakukan.
“Bencana alam yang mungkin terjadi di wilayah kepesisiran antara lain berupa gempa bumi, tsunami, banjir, banjir genangan air laut (rob), badai, penurunan muka tanah, dan erosi pantai,” kata pria kelahiran Klaten, 13 Januari 1976 itu.
Pada paparannya Marfai mencontohkan beberapa kota besar yang ada di sekitar pesisir, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makasar. Kawasan kota-kota ini memiliki ancaman kejadian bencana alam berupa penurunan muka tanah. Hal ini bisa disebabkan pengambilan air tanah yang berlebihan untuk industri, proses alami dari kompaksi material sedimen wilayah kepesisiran yang masih berlangsung maupun beban bangunan yang main berat di atas permukaan tanah tersebut.
Seiring dengan kemajuan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan penginderaan jauh (PJ), kata Marfai, memudahkan analisis bidang geomorfologi kebencanaan. Integrasi teknologi SIG dan data PJ dapat digunakan untuk melakukan pemetaan dan pemodelan dalam studi geomorfologi kebencanaan.
“Pemodelan dalam geomorfologi kebencanaan salah satunya dapat dibangun dengan menggunakan teknologi SIG,” tambahnya.
Di akhir pidatonya Marfai menegaskan kembali bahwa geomorfologi kebencanaan dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam melakukan kajian pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu. Kontribusi geomorfologi kebencanaan dalam pengelolaan wilayah kepesisiran tersebut dilakukan melalui analisis, pemetaan, dan pemodelan dari bentuk lahan serta proses geomorfologi. Analisis, pemetaan, dan pemodelan dapat berupa perhitungan kerentanan, analisis bahaya, penilaian risiko, distribusi spasial tingkat potensi bencana dan pemantauan proses geomorfik. (Humas UGM/Satria)