
Industri alat kesehatan diharapkan mampu menjadi salah satu penopang laju perekonomian di Indonesia. Hal itu dapat diwujudkan dengan menjadi salah satu industri yang menarik pelaku industri dan diharapkan mendukung terciptanya banyak lapangan pekerjaan.
Sayangnya, impor industri alat kesehatan di Indonesia masih cukup tinggi. Hal ini memunculkan pertanyaan, seberapa jauh Indonesia mampu mengejar ketertinggalan dan bersaing dengan negara maju dalam perdagangan industri alat kesehatan?
Akhmad Akbar Susamto, koordinator Kelompok Kerja untuk Daya Saing Indonesia Universitas Gadjah Mada (KKDSI UGM) memaparkan berdasarkan perhitungan keseluruhan alat kesehatan dan dilihat dari keunggulan komparatif melalui nilai revealed symmetric comparative advantage (RSCA), Indonesia berada pada peringkat ke-47 dari 55 negara. Temuan KKDSI terhadap potret industri alat kesehatan Indonesia memperlihatkan nilai trade balance index (TBI), Indonesia menempati posisi 33. Bahkan di antara negara-negara Asia Tenggara, nilai TBI Indonesia kalah jauh dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura posisi 9, Malaysia 18, Thailand 28, Vietnam 30, dan Filipina 6.
“Hal ini menunjukkan produk alat kesehatan Indonesia belum memiliki keunggulan dan nilai perdagangannya masih rendah”, ujar Akhbar, dosen FEB UGM dalam diskusi bertajuk “Daya Saing Industri Alat Kesehatan Indonesia”, di Gedung Pusat UGM, Rabu (21/5).
Sementara itu, Prof. Mudrajad Kuncoro, M.Soc.Sc., Ph.D, Guru Besar FEB UGM selaku keynote speaker, menyayangkan jika industri alat kesehatan belum termasuk dalam klaster industri prioritas di Indonesia. Karena itu, menurutnya, diperlukan sinergi antardepartemen, antara pusat dengan daerah, pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan industri alat kesehatan.
Dalam diskusi yang digelar KKDSI UGM, ini Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D menyoroti perlunya perhatian serius sektor research and development (R&D). Bahwa problem bangsa Indonesia saat ini karena banyak berprofesi nyambi, diantaranya nyambi menjadi peneliti. “Padahal kita butuh peneliti sungguhan untuk menghasilkan produk berkualitas dan bisa bersaing di tingkat internasional,” papar Laksono.
Karena itu, Indonesia butuh peran aktif dan kerjasama seluruh stakeholders untuk menciptakan industri alat kesehatan yang berdaya saing. Dalam diskusi yang dibarengi peluncuran laporan pemetaan posisi Indonesia terhadap 54 negara pembanding dalam bidang industri alat kesehatan ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta, perwakilan Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia, serta perwakilan perusahaan distributor alat kesehatan. (Humas UGM/Agung)