![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/04/3004141398846716144503704-680x510.jpg)
YOGYAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) RI pada Selasa kemarin, 29 April 2014 menolak permohonan yang diajukan oleh mahasiswa terkait dengan pengujian Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terhadap UUD NRI 1945. Menanggapi hasil putusan tersebut, Sekretaris Eksekutif UGM, Drs. Gugup Kismono, M.B.A, Ph.D., mengatakan putusan Mahkamah ini makin menguatkan kedudukan UGM bersama keenam perguruan tinggi lainnya, IPB, UPI, ITB, UI, USU, dan UNAIR sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).
Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya, kata Gugup, menyatakan pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum dan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Bahkan MK menjawab dua permasalahan yang diajukan oleh para pemohon yaitu tentang pengelolaan pendidikan tinggi dan pendidikan tinggi berbentuk badan hukum serta tentang akuntabilitas penyelenggaraan perguruan tinggi.
MK menyatakan terkait pengelolaan pendidikan tinggi dan pendidikan tinggi berbentuk badan hukum sudah diatur dalam Pasal 64 dan Pasal 65, pasal ini sebagaimana dalam permohonan sebelumnya telah dipertimbangkan dan diputus. Mahkamah bahkan memberikan pendapatnya bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana diatur dalam UU 12/2012 tidak menyebabkan terabaikannya kewajiban dan tanggung jawab konstitusional negara di bidang pendidikan.
“Pemberian otonomi kepada perguruan tinggi baik akademik dan non-akademik, terlebih pada PTN BH adalah keniscayaan dan tidak akan melepaskan tanggung jawab negara dalam bidang pendidikan,” ujar Gugup dalam rilis yang dikirim Rabu (30/4).
Permasalahan kedua yang mendapat perhatian dalam putusan ini adalah mengenai akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 65 Jo Pasal 78 yang dipermasalahkan oleh para pemohon. Dikatakan Gugup, Mahkamah menegaskan bahwa akuntabilitas yang dijalankan sebuah perguruan tinggi adalah salah satu prinsip dalam penyelenggaraan otonomi perguruan tinggi. Tujuan utamanya mendorong terciptanya kinerja perguran tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya perguruan tinggi yang baik dan terpercaya. “Menurut Mahkamah, akuntabilitas dapat diukur dari rasio antara mahasiswa dan dosen, kecukupan sarana dan prasarana, penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan kompetensi lulusan,” tambahnya.
Tidak hanya itu, lanjut Gugup, dalam putusan ini, Mahkamah telah memberikan landasan yang kokoh dan kejelasan dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia. Putusan ini juga menguatkan status PTN BH UGM yang dalam permohonan ini bertindak selaku pihak terkait bersama dengan IPB, UPI, ITB, UI, USU, dan UNAIR. Dengan demikian, tegas Gugup, Perguruan Tinggi di Indonesia, khususnya ke tujuh PTN BH tersebut akan lebih mantap dalam memberikan akses dan layanan pendididikan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)