Dokter Iwan Soebijantoro., Sp.M(K) berhasil meraih gelar doktor dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada. Dokter spesialis mata konsultan itu dinyatakan lulus doktor Program S3 FKKMK UGM setelah mempertahankan disertasi berjudul ‘Hubungan Bilik Mata Depan yang Dangkal dengan Perubahan Morfologi Sel Endotel Kornea pada Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronik.’ Melalui penelitian tersebut dokter Iwan tampak mengindikasi sebuah parameter baru untuk mendiagnosa penyakit Glaukoma, khususnya Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronik.
Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan penglihatan dan kebutaan. Glaukoma sendiri adalah penyakit mata yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau gangguan pada saraf mata. Sedangkan, Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronik yang diteliti dokter Iwan dalam disertasinya adalah salah satu varian dari penyakit glaukoma tersebut. Penyakit glaukoma ini diketahui juga sebagai penyebab utama kebutaan yang irreversible (tidak dapat dibatalkan atau diubah).
Kerusakan saraf dalam penyakit glaukoma diakibatkan oleh adanya fenomena peningkatan intraokular (TIO) atau tekanan pada dinding mata. Peningkatan tekanan pada dinding mata tersebut dapat terjadi karena rusaknya aliran keluar (outflow) cairan bernama aqueos humor (AH). Cairan AH tersebut adalah cairan yang berfungsi untuk menjaga bentuk mata sebagaimana mestinya atau dapat menjaga supaya tidak terjadi peningkatan intraokular atau tekanan pada dinding mata.
Kemudian, untuk mendiagnosis penyakit Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronik, maka biasanya dilakukan dengan melakukan penilaian kepada jaringan trabekular, atau jalur pembuangan Cairan AH. Namun untuk melakukan penilaian tersebut bukan hal yang mudah dan praktis, sebab diperlukan alat-alat kedokteran tertentu untuk melakukannya.
Oleh karena itu, dokter Iwan melalui penelitiannya berusaha menemukan cara lebih mudah dan praktis sehingga dapat digunakan oleh para dokter ketika melakukan operasi di daerah terpencil atau pedalaman yang tidak memiliki alat kedokteran memadai. Dokter Iwan kemudian meneliti kepada alternatif lain dengan menguji keterhubungan bilik mata depan dengan kerusakan pada sel endotel (suatu lapisan pada mata yang memiliki asal embriologi yang sama dengan jaringan trabekular). Alhasil, dokter Iwan pun menemukan beberapa parameter baru, salah satunya adalah besaran sudut bilik mata depan (BMD).
“(Penelitian) ini dapat mempermudah sejawat spesialis mata untuk menegakkan diagnosa dari glaukoma itu sendiri. Dimana Apabila kita bekerja di pedalaman atau di rumah sakit yang tidak mempunyai alat-alat untuk mengukur Retinal Nerve Fiber Layer atau segmen posterior, dan tidak mempunyai alat-alat untuk mengukur lapang pandang yang sangat diperlukan untuk (mendiagnosa) penderita glukoma itu, maka dengan ditemukannya parameter baru pada penelitian ini sudah sangat membantu dari teman-teman sejawat spesialis mata untuk menegakkan diagnosa glukoma itu sendiri,” tutur dokter Iwan dalam Ujian Sidang Terbuka Promosi Doktor pada Kamis, (20/1).
Penulis: Aji