YOGYAKARTA – Fakultas Teknik UGM bekerjasama dengan Karlsruhe Institute of Technology (KIT), Jerman, membangun instalasi teknologi menaikkan air dengan menggunakan pompa yang difungsikan sebagai turbin. Pompa yang dirancang khusus menaikkan air dari kedalaman 100-200 meter di bawah permukaan tanah ini menggunakan sumber energi dari aliran air. Fasilitas teknologi yang dibangun di area utara komplek Fakultas Teknik UGM ini akan dijadikan model pembelajaran bagi mahasiswa.
Dr. Suhana, salah satu anggota tim peneliti dari UGM mengatakan teknologi pompa air sebagai turbin ini merupakan sistem pemompaan air yang sudah diaplikasikan di Goa Seropan dan Goa Bribin, Gunungkidul, Yogyakarta. Bahkan teknologi alternatif bisa dijadikan pembangkit listrik tenaga mikro hidro untuk daerah yang belum dialiri listrik atau mengangkat air di daerah perbukitan sulit air.
Menurut Dosen Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM ini, cara kerja pompa turbin ini mengandalkan potensi air melalui sudu-sudu pompa yang kemudian diubah menjadi energi mekanik berupa putaran poros. Selanjutnya energi mekanik putaran poros tersebut digunakan untuk menggerakkan pompa berikutnya agar bisa menaikkan air sampai dengan ketinggi tertentu. “Di UGM ini kita menggunakan empat pompa, sedangkan sumber air berasal air selokan mataram dengan debit 20-25 liter per detik. Keempat pompa ini mampu menaikkan air hingga ketinggian 18 meter,” kata Suhanan, Rabu (2/4).
Potensi pompa turbin untuk bisa mengangkat air, menurut Suhanan, melalui sumber air dari kedalaman 100-2000 meter seperti yang pernah dilakukan di Gunungkidul. Bila pompa air kebanyakan menggunakan sumber energi dari bahan bakar minyak atau panel surya, pompa turbin hanya menggunakan sumber energi dari air itu sendiri.
Suhanan mengatakan selain menggunakan pompa turbin, teknologi tambahan untuk mengangkat air yang dibangun di kompleks FT UGM ini juga menggunakan pipa pesat (penstock) dari material kayu dengan diameter 60 cm. Pemilihan kayu sebagai material pipa nantinya bisa dijadikan percontohan bagi daerah yang sulit mendapatkan pipa dari material logam.
Diakui Dr. Ir. Agus Maryono, salah satu anggota tim peneliti lainnya, kayu bisa digunakan sebagai pipa penstock dengan masa ketahanan hingga 25 tahun. Selain ramah lingkungan, pipa material kayu dinilai mudah dikerjakan dengan peralatan sederhana. “Umur kayu ini bisa sampai 25 tahun asal selalu dalam kodisi basah,” kata dosen teknik sipil ini.
Agus menilai teknologi pipa kayu dan pompa turbin semacam ini masih belum banyak digunakan di tanah air. Menurutnya, teknolgi ini nantinya juga bisa digunakan oleh perusahaan daerah air minum untuk mengalirkan air dari sumber mata air yang sulit dijangkau dengan biaya yang lebih murah.
Dekan Fakultas Teknik, Prof. Ir. Panut Mulyono, M. Eng., D. Eng., mengatakan fasilitas teknologi menaikkan air ini nantinya dijadikan sebagai tampat praktikum bagi mahasiswa. “Bukan hanya untuk mahasiswa UGM saja tapi juga bisa digunakan mahasiswa dari kampus lainnya,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., pengembangan teknologi pipa kayu dan pompa turbin ini berhasil memadukan teknologi mutakhir dengan mengangkat kearifan lokal masyarakat. “Teknologi ini salah satu produk riset strategis di bidang energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan bagi masyarakat luas,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)