Pemerintah memprediksi puncak kasus infeksi Covid-19 varian Omicron akan terjadi pada pertengahan Februari atau awal Maret 2022. Sejumlah daerah terutama DKI Jakarta mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Pemerintah pun telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi untuk mengantisipasi puncak infeksi Covid-19 varian Omicron ini. Diantaranya melakukan akselerasi booster vaksin di Jabodetabek, penegakan protokol kesehatan lebih masif, hingga persyaratan masuk ke tempat publik hanya yang sudah divaksinasi 2 kali.
Epidemiolog UGM, Bayu Satria Wiratama, MPH., Ph.D., sependapat dengan prediksi tersebut. Meski begitu lonjakan tersebut jangan diartikan akan setinggi gelombang kedua saat varian Delta menyerang karena dugaannya mungkin tidak akan mencapai setinggi gelombang kedua.
“Tetapi kemungkinan mendekati gelombang pertama itupun dengan hospitalisasi yang lebih rendah karena omicron cepat menular namun tingkat keparahannya dibawah Varian Delta”, ujarnya, di Kampus UGM, Selasa (18/1).
Tidak hanya Jakarta, menurut Bayu, beberapa daerah lain terutama kota-kota yang menjadi destinasi wisata dan daerah dengan mobilitas antar daerah tinggi perlu bersiap. Daerah-daerah tersebut perlu untuk meningkatkan kembali kemampuan 3Tnya yaitu pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) dan melakukan isolasi terpusat.
“Hal ini dikarenakan daerah dengan mobilitas tinggi seperti daerah tujuan wisata mempunyai potensi terjadi peningkatan kasus akibat peningkatan mobilitas saat libur Natal dan Tahun Baru beberapa waktu lalu,” ungkapnya.
Terkait percepatan vaksin ke-3 (booster) untuk mengatasi varian Omicron, Bayu menilai belum bisa melihat efeknya karena baru saja dimulai dan masih belum tinggi cakupannya sehingga ada kemungkinan belum terlihat efek dari booster dalam 1-2 bulan ini. Baginya yang paling penting saat ini bukan soal booster tetapi bagaimana memperluas cakupan yang belum mendapatkan dosis lengkap terutama untuk kelompok rentan dan anak-anak.
Dengan kemungkinan lonjakan yang terjadi apakah akan menunda PTM di sekolah-sekolah, Bayu menandaskan hal tersebut tergantung dari sejauh mana kemampuan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dalam merespons peningkatan kasus Covid-19 dan kasus yang terjadi di sekolah. Jika dimungkinkan muncul kasus di sebuah sekolah kemudian hanya dilakukan penutupan tanpa disertai penyelidikan detail dan evaluasi masalahnya maka bisa dipastikan tinggal menunggu waktu PTM di banyak sekolah akan ditunda.
“Karena sampai saat ini belum terlihat langkah pemerintah terkait menentukan masalah PTM ini jika ada kasus positif Covid-19 muncul disana, apakah disebabkan di sekolah? Atau karena murid? Protokol Kesehatan yang kurang ketat atau masalah lainnya”, katanya.
Bayu menyebut jika lonjakan benar terjadi nantinya di bulan Februari-Maret maka pembatasan melalui peningkatan level PPKM mungkin akan terjadi meskipun tidak sampai level tertinggi. Kebijakan ini tentu memerlukan kerja sama baik antara masyarakat dan pemerintah.
Pemerintah perlu meningkatkan 3T dan masyarakat jika masih ingin beraktifitas leluasa seperti saat ini maka mau tidak mau harus membantu dengan menjaga 5M. Masyarakat setidaknya kembali menegakkan pemakaian masker secara disiplin. Sedangkan terkait pelarangan untuk mereka yang melakukan perjalanan dari luar negeri dirasa tidak perlu selama proses karantina bisa diperbaiki sehingga tidak terjadi kebocoran penularan saat karantina.
“Karena semua orang yang bepergian atau datang dari luar negeri sudah divaksin dosis lengkap sehingga relatif lebih aman, tinggal proses karantinanya yang lebih ketat. Yang penting lainnya adalah menyampaikan pemahaman kepada masyarakat yang akan ke luar negeri bahwa kondisi di luar negeri saat ini lebih berbahaya dibandingkan Indonesia sehingga mereka harus lebih berhati-hati,” jelasnya.
Lebih lanjut Bayu menjelaskan varian Omicron lebih cepat menular tetapi tidak berbahaya dibanding varian Delta. Meski begitu tetap menjadi perhatian bagi mereka yang belum divaksin karena memiliki risiko lebih tinggi untuk mendapatkan perawatan di RS dibandingkan yang sudah divaksin.
Melihat angka cakupan vaksinasi Indonesia jauh lebih baik maka kemungkinan tingkat kekebalan masyarakat juga lebih baik. Memperbandingkan saat gelombang kedua melanda maka bisa diperkirakan kemungkinan lonjakan hospitalisasi tidak akan terjadi seperti di gelombang kedua.
“Saya kira maing-masing tahu risiko, karena itu tetap lakukan 5M dengan disiplin. Contoh jika memang ada komorbid maka segera dapatkan vaksin dosis lengkap dan berhati-hati saat di tempat umum terutama pemakaian masker dan lakukan pemeriksaan kesehatan rutin,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : CNBC