YOGYAKARTA – Elit politik Tionghoa yang terjun ke dunia politik umumnya adalah pebisnis, baik di tingkat lokal maupun nasional. Bagi sebagian elit Tionghoa, masuk ke dalam dunia politik melalui jalur formal adalah kesempatan untuk memperluas kepentingan bisnis dan eksistensi etnisitas.Hal itu sekaligus kesempatan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik yang terkait dengan alokasi proyek pemerintah.
Demikian yang mengemuka dari hasil penelitian studi terhadap perilaku politik etnis Tionghoa di Bangka Belitung pasca Orde Baru yang dilakukan oleh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bangka Belitung, Ibrahim, S.Fil., M.Si. Hasil penelitian untuk kepentingan penulisan Disertasi ini disampaikan Ibrahim dalam memperoleh derajat gelar doktor pada ujian terbuka promosi doktor di Fisipol UGM, Rabu (21/1).
Ibrahim menegaskan perubahan dalam tata politik di era demokratisasi pasca reformasi ternyata membuka kesempatan partisipasi yang lebih luas berdasarkan basis identitas dan kekuatan finansial bagi etnis Tionghoa di Bangka Belitung. “Sistem politik yang terbuka memang membuka peluang bagi politisi Tionghoa untuk terlibat lebih jauh,” katanya.
Para elit politik Tionghoa di Bangka Belitung mayoritas kaum pebisnis, terutama sebagai kontraktor, supplier atau pedagang. Jika selama ini mereka dikenal sebagai pengusaha lokal dengan kelas lokal dan kelas menengah, dengan masuk ke dalam dunia politik, mereka dapat masuk ke kelas atas bahkan ke tingkat nasional. “Karena eksistensi etnisitas juga menjadi bagian dari orientasi politik etnis Tionghoa, keinginan untuk memajukan etnis dalam ruang-ruang politik untuk memangkas ketabuan yang ada di masyarakat,” katanya.
Secara internal, soliditas pemilih Tionghoa menguat dalam berbagai elektorasi. Namun pada saat bersamaan, para elit politik mereka pun mereproduksi identitas ketionghoaan untuk menguatkan soliditas. “Finansial dan identitas dikombinasikan sebagai kekuatan politik, baik bagi mereka yang memiliki agenda perluasaan bisnis maupun bagi mereka yang ingin memperkuat demokratisasi,” ujarnya.
Para pebisnis Tionghoa di Bangka Belitung biasanyan akan menginvestasikan modal finansial sejak masa pencalonan kandidat. Model investasi berbasis elektabilitas kandidat pun diterapkan. “Cara ini dipilih untuk menanamkan pengaruh politik jika kelak kandidat terpilih sebagai pemimpin politik,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)