![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/10101313813953791468924974-680x510.jpg)
Penyakit kardiovaskular, khususnya penyakit jantung koroner (PJK), merupakan penyakit yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi, termasuk di Indonesia. Pada tahun 2001, proporsi kematian kardiovaskular di Indonesia berkisar 26,3% dan merupakan peringkat pertama penyebab kematian. Setiap individu memiliki kemungkinan mengalami PJK dan komplikasinya (major adverse cardiovascular events atau MACE), seperti angina tidak stabil, infark miokard dan kematian.
“Untuk mencegah timbul dan memberatnya PJK dan MACE dapat dilakukan penatalaksanaan-penatalaksanaan non farmakologis (perubahan gaya hidup), farmakologis dan tindakan lain,”kata Iqbal Mochtar pada ujian terbuka program doktor bidang Ilmu Kedokteran di Fakultas Kedokteran UGM, Jumat (18/10).
Pada ujian ini Iqbal mempertahankan disertasinya yang berjudul Pengaruh Program Perubahan Gaya Hidup ‘Ide Konsulen’ Terhadap Faktor Risiko dan Risiko Kardiovaskular Mayor Pada Kelompok Penderita dan Bukan Penderita Penyakit Jantung Koroner.
Untuk mencegah PJK dan kejadian MACE dapat dilakukan tiga jenis penatalaksanaan, yaitu penatalaksanaan non-farmakologis, farmakologis dan tindakan tertentu. Menurut Iqbal diantara ketiga penatalaksanaan tersebut, upaya non-farmakologis lewat program perubahan gaya hidup merupakan komponen penting dan perlu diikutsertakan dalam setiap penatalaksanaan kelainan kardiovaskular.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh program perubahan gaya hidup gabungan IDE KONSULEN (yaitu gabungan presentasi video, konseling, pembagian materi cetak/brosur dan follow-up lewat telepon selama 9 bulan) terhadap faktor risiko kardiovaskular dan risiko kardiovaskular mayor pada kelompok penderita dan bukan penderita PJK.
“Subjek penderita PJK diambil secara random dari 200 pasien di RS Harapan Kita. Sedangkan yang tidak menderita PJK diambil dari warga di sekitar RS tersebut. Setelah itu dibagi menjadi kelompok yang mendapat intervensi maupun non-intervensi,”kata dokter spesialis jantung di Qatar ini.
Simpulan penelitian yang dilakukan Iqbal yaitu program perubahan gaya hidup gabungan IDE KONSULEN memperbaiki faktor risiko kardiovaskular, baik pada kelompok penderita maupun bukan penderita PJK. Iqbal menegaskan kelompok bukan penderita PJK mengalami perbaikan faktor risiko yang lebih besar dibanding kelompok PJK dan hal ini menyebabkan terjadinya penurunan risiko kardiovaskular mayor pada kelompok bukan PJK.
“Perbaikan yang terjadi pada kelompok penderita PJK dan bukan penderita PJK diperantarai oleh adanya perbaikan pola diet dan bukan oleh peningkatan aktivitas fisik atau perbaikan status merokok,”urai Iqbal.
Selain itu, hasil penelitian juga membuktikan perlunya memberikan program perubahan gaya hidup gabungan atau komprehensif, seperti program IDE KONSULEN, pada pasien yang berkunjung, baik penderita maupun bukan penderita PJK. Program ini perlu dilakukan secara komprehensif, dijalankan secara teratur dan berkelanjutan, termasuk melakukan follow-up rutin dengan menggunakan media komunikasi yang tersedia seperti telepon (Humas UGM/Satria AN)