Jumlah pendaki Gunung Sumbing dari tahun ke tahun terus meningkat. Namun demikian, mendaki gunung tetap jadi kegiatan yang berbahaya apabila sedikit informasi mengenai Gunung Sumbing tersebut. Terlebih jika pendaki belum pernah melakukan pendakian sebelumnya. Sebab, situasi dan kondisi gunung yang tidak mudah ditebak seperti jalur yang tertutup akibat tumbangnya pohon, jalur cabang yang baru dan perubahan posisi plang informasi di tiap-tiap pos pendakian. Tidak adanya informasi tentang jalur pendakian menjadi salah satu ancaman bagi para pendaki yang hendak melewati jalur tujuan tersebut dan tentunya memberikan risiko besar bagi pendaki.
Empat orang mahasiswa FMIPA UGM melakukan pemetaan jalur pendakian Gunung Sumbing berbasis data spasial dan nonspasial dengan bantuan Dana Hibah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada. Kegiatan ini diketuai oleh Alif Kurniawan (Kimia 2018) dan beranggotakan Annisa Dwi Putri (Geofisika 2019), Natalia Rani Dewanti (Geofisika 2019), dan Alfian Surya Rahmadan (Matematika 2019).
Alif menuturkan proses kegiatan pemetaan jalur pendakian ini berlangsung pada rentang Agustus – November 2021 di Gunung Sumbing. Jalur pendakian yang disurvei meliputi Jalur Cepit (Utara), Jalur Banaran (Timur), Jalur Butuh Kaliangkrik (Selatan), dan Jalur Bowongso (Barat). Jalur Cepit berada di Dusun Cepit, Desa Pagergunung, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. Jalur Banaran berada di Desa Banaran, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung. Jalur Butuh Kaliangkrik berada di Dusun Butuh, Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang. Jalur Bowongso berada di Desa Bowongso, Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo.
Adapun data spasial yang diperoleh dalam pengumpulan data di lapangan berupa data tracking jalur pendakian, koordinat pos-pos pendakian, sumber mata air, daerah bahaya, dan tempat penting lainnya. “Selanjutnya memetakan ketinggian tempat-tempat penting di gunung, panjang jalur pendakian dan jarak antar pos pendakian, perbedaan tinggi dan kelerengan serta dokumentasi perjalanan,”jelas Alif, Selasa (23/11).
Sementara data non spasial yang diperoleh meliputi lokasi basecamp pendakian, tata cara perizinan pendakian, foto keadaan jalur pendakian, waktu tempuh pendakian, dan deskripsi tentang jalur pendakian. “Hasil dari penelitian ini berupa buklet pariwisata dan peta pendakian dari masing-masing jalur pendakian, laporan akhir, poster kegiatan dan video dokumenter yang berisi informasi penjelasan data spasial dan non spasial dari jalur pendakian Gunung Sumbing secara detail,” papar Alif.
Menurut Alif, buklet pariwisata dan peta pendakian dari masing-masing jalur selanjutnya diberikan kepada pengelola basecamp pendakian untuk diletakkan di basecamp agar dapat membantu para pendaki sebelum melakukan pendakian ke gunung sumbing. “Pihak Basecamp juga sangat menyambut positif langkah yang kami lakukan dan berharap dapat meminimalkan risiko terjadinya kecelakaan dalam kegiatan mendaki gunung,”katanya.
Penulis : Gusti Grehenson