Memelihara kambing dan sapi memberikan banyak manfaat bagi manusia. Banyak yang dapat dimanfaatkan dari hewan ini, mulai dari perkembangbiakan, daging, susu, hingga kotoran. Namun, jika populasi hewan ini tidak dikelola dengan baik tentu juga akan mengganggu kondisi lingkungan. Terlebih apabila kotoran ternak tidak dimanfaatkan, bisa-bisa akan mencemari lingkungan dan mengakibatkan semakin memanasnya suhu bumi.
Seperti potensi yang dimiliki Dusun Wonolagi, Desa Ngleri, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul. Dusun berpenghuni 35 kepala keluarga (KK) ini memiliki 4-6 ekor kambing per KK. Dengan total hewan ternak mencapai 200 ekor lebih tentu dibutuhkan penanganan yang serius. “Jika sapi mengeluarkan kotoran sebesar 12 persen dari berat tubuhnya dan kambing mengeluarkan 18 persen, kita bisa membayangkan berapa banyak limbah kotoran yang ada. Bisa mencemari, namun dengan pengelolaan yang optimal dan baik bisa pula menjadi sumber ekonomi untuk pertanian,” kata Yuni Erwanto, S.Pt., M.P., Ph.D., dosen Fakultas Peternakan UGM, Jumat (4/5).
Bersama dengan lima mahasiswa bimbingannya, Lovin Dika Antari, Eko Yasin, Ahmad Juwari, Puji Lestari, dan Ari Wardani, Yuni Erwanto mengangkat permasalahan ini dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Kepada Masyarakat tahun 2012 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka yang tergabung dalam Tim PKM M Fakultas Peternakan UGM melakukan pengolahan kotoran ternak secara efektif dan efisien di Dusun Wonolagi dengan mendirikan bank pupuk. “Kita melihat kelompok ternak ‘Sumber Rejeki’ di Dusun Wonolagi nampaknya lebih fokus mengurusi kesehatan hewan ternak dan pakan, sementara untuk limbah kotoran belum dimanfaatkan dan dikelola dengan baik,” ujar Yuni Erwanto di kampus UGM.
Dengan berdirinya bank pupuk diharapkan tercipta lingkungan yang sehat dan dapat membantu warga dalam meningkatkan perekonomian di bidang pertanian dan peternakan. Selain itu, dalam jangka panjang bank pupuk diharapkan dapat membantu masyarakat Wonolagi dan sekitarnya untuk terlepas dari ketergantungan penggunaan pupuk kimia.
Lovin Dika Antari, mahasiswa Fakultas Peternakan UGM menjelaskan proses pembuatan bank pupuk dilakukan dengan mengumpulkan kotoran kambing dari masing-masing keluarga sebagai tabungan warga. Selanjutnya, tabungan tersebut diolah menjadi pupuk organik yang sewaktu-waktu dapat diambil masyarakat untuk kebutuhan pertanian mereka. Di luar kebutuhan masyarakat, pupuk dipasarkan dan anggota dapat mencairkan uang tabungan setelah pupuk terjual. “Tentu saja keuntungan dari penjualan pupuk ini menjadi hak bank,” kata Lovin.
Sepintas memang sederhana, namun keberadaan bank pupuk ini diharapkan mampu membangkitkan gairah dan semangat masyarakat untuk memberikan nilai lebih pada barang yang sebelumnya dianggap sepele. Hingga kini tercatat sebanyak 28 KK berpartisipasi dalam kegiatan pembuatan bank pupuk dan telah menghasilkan kurang lebih 3 ton pupuk.
Masyarakat desa Wonolagi sangat antusias menjalankan program ini. Mereka berharap bank pupuk yang diinisiasi bersama dengan mahasiswa dari Tim PKM ini terus berlanjut. “Mereka sangat berharap program ini tidak terhenti karena dengan bank pupuk sedikit banyak telah memajukan masyarakat petani dan peternak di Wonolagi,” imbuh Lovin.
Keberhasilan pendirian bank pupuk oleh mahasiswa Fakultas Peternakan UGM ini pun mendapat sambutan hangat dari Pemerintah kabupaten Gunung Kidul. Bahkan Bank Purwo (Pupuk Wonolagi) telah dilaunching bersamaan dengan Peringatan Hari Kartini, 21 April 2012 lalu yang dihadiri Kepala Kantor Dampak Pengendalian Lingkungan Gunung Kidul dan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Pengembangan Usaha Fakultas Peternakan UGM, Ir. Edi Suryanto, M.Sc., Ph.D. “Semua tentu berharap pengolahan pupuk organik sederhana dengan mendirikan bank pupuk semacam ini mampu menular ke daerah-daerah lain,” pungkas Lovin. (Humas UGM/ Agung)