Prof. Peter Carey mengungkapkan Pangeran Diponegoro merupakan sosok pahlawan nasional Indonesia yang unik. Diponegoro adalah seorang penganut kebatinan seperti kebanyakan orang Jawa waktu itu, namun juga seorang muslim yang saleh. Sejarah mencatat ia sebagai seorang pemimpin perang sabil yang gigih melawan Belanda pada 1825-1830.
Sejarawan terkemuka Inggris mengatakan hal itu saat berlangsung Public Lecture bertema “Religion and Politics in 19th Century Java” di Sekolah Pascasarjana, Jum’at (9/3). Kegiatan yang digelar Indonesian Consortium for Religious Studies (ICSR) Yogya didukung UGM, UIN dan UKDW dihadiri puluhan mahasiswa pascasarjana.
Disamping memiliki pribadi unik, Pangeran Diponegoro (1785-1855) dalam pandangan Peter Carey dikenal sebagai ahli strategi yang handal dalam sejarah Indonesia. Meski sangat terkenal di Indonesia, namun hingga kini belum ada studi mengenai sejarah hidup secara menyeluruh tentang Pangeran Diponegoro, yang dilahir di Kraton Yogyakarta 11 November 1785, dengan nama kecil Bandoro Raden Mas Ontowiryo.
Pengajar sejarah di Trinity Collage Oxford, ini mengakui, saat mengenali sosok Diponegoro ia langsung tertarik untuk menulis sejarah putra sulung Raden Ayu Mangkorowati (putri Bupati Pacitan) selir dari Sri Sultan Hamengku Buwono III (HB III). Peter pun pernah melakukan penelitihan Babad Diponegoro versi Keraton Surakarta yang mengambarkan Pangeran Diponegoro menyiapkan dirinya menjadi pemimpin perang di Jawa dan menyebut dirinya sebagai Ratu Adil.
Dikatakan Peter babad Diponegoro merupakan autobiografi yang ditulis Diponegoro dengan aksara Arab Pegon selama masa pembuangan di Menado. Sebuah autobiografi yang ditulis dengan sangat naratif dan santai. Melalui autobiografi itu Diponegoro menjawab tudingan pembangkangannya kepada Sultan, namun takdir yang menjadikannya sebagai orang yang terpilih untuk menggegerkan Tanah Jawa. (Humas UGM/ Agung)