Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bersama Crawford School of Economics and Government, The Australian National University (ANU) belum lama ini menggelar seminar dengan topik “Weather Index Insurance: Financial Innovations for Agricultural Risk Management and Development”. Seminar yag berlangsung di Auditorium Bank Rakyat Indonesia (BRI), Lantai 3 Gedung Magister Ilmu Ekonomi/Doktor Ilmu Ekonomi, FEB UGM, ini mendapat dukungan dari Program Studi MSi/Doktor Ilmu Ekonomi FEB UGM dan Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) UGM.
Dua pembicara hadir dalam seminar, Sommarat Chantarat, MPhill, MSc, PhD, staf pengajar ANU Australia, lulusan Cambridge, Chicago, dan Cornell University, serta Muhammad Edhie Purnawan, SE, MA, PhD lulusan Monash dan Melbourne University mewakili FEB UGM. Dengan bertindak selaku pemandu A. Tony Prasetiantono, MSc, PhD dan dibuka bersama Budi P. Resosudarmo, MSc, Ph.D mewakili ANU dan Elan Satriawan, Mec.Dev., MSc, Ph.D mewakili dari PSEKP UGM.
Di samping bertujuan untuk menjalin kerjasama Indonesia dan Australia, seminar ini juga bertujuan untuk mendiskusikan perkembangan teknik-teknik terkini di bidang ekonomika finansial. Menurut Sommarat Chantarat, dunia perlu menciptakan sebuah angka index musim yang berguna untuk menentukan besaran asuransi terkait cuaca di sektor pertanian. Asuransi ini dipergunakan untuk ganti rugi bila sektor ini dilanda bencana. “Jika tak ada asuransi, maka biaya yang timbul boleh jadi akan terlampau mahal,” ungkap Sommarat.
Oleh karena itu, kata Sommarat Chanrarat, dibutuhkan suatu indeks cuaca yang pada akhirnya mampu dipergunakan untuk menentukan biaya asuransi yang berujung pada ganti-rugi seandainya terjadi anomali cuaca. Dia menjelaskan terdapat tahap-tahap penurunan model untuk mendisain indeks asuransi, yaitu dimulai dengan identifikasi kerugian yang perlu diasuransikan, kemudian menyeleksi fungsi tujuan secara terukur, lalu mengkuantifikasikan kerugian yang akan diasuransikan dan membuat struktur kontrak yang optimal, diikuti dengan pricing dan evaluasi kontrak, serta diakhiri dengan penilaian dampak jangka panjang pada level mikro.
Sedangkan Edhie Purnawan dalam paparan menyampaikan terdapat minimal lima kata kunci dalam inovasi finansial untuk asuransi cuaca, yaitu (i) uncertainty, (ii) volatility, (iii) risks, (iv) modelling, dan (v) probability. Uncertainty dapat menimbulkan volatility yang pada gilirannya memperbesar probabilitas risiko terealisasikan. dengan begitu diperlukan pendekatan terhadap masalah cuaca (yang biasanya menimbulkan kerugian-kerugian) dengan modelling yang melibatkan faktor probability.
Beberapa model volatilitas seperti misalnya yang melibatkan dummy variables, dan model-model ARCH, GARCH, E-GARCH, TARCH serta beberapa hibridanya, menurut Edhi Purnawan, perlu mendapat perhatian serius dari badan pemantau cuaca, misalnya dari BMKG. Sementara itu, Markovian Switching Modelling (MSM) juga sangat powerful untuk memodelkan masa depan cuaca, Perhitungan probabilitas ergodik terlibat di sini. Variabilitas cuaca yang semakin mendera bumi akan mampu diprediksikan oleh MSM. “Dengan model yang melibatkan volatility clustering dan probability-nya, maka risiko bisa dihitung dan diteruskan dengan mengkonstruksi angka indeks, misalnya dengan metode Laspeyres, Paasche atau kombinasi keduanya, Fisher’s Ideal Index,” kata Edhie.
Dijelaskan pula bahwa dengan kombinasi modelling yang disarankan diharapkan Weather Index Insurance bisa dihitung secara lebih tepat dan akurat. Kelebihan kombinasi modelling ini akan menghasilkan perhitungan yang lebih direct, lebih terhindar dari overfitting (exaggerate minor fluctuations), lebih realistis, dan memiliki predictive performance yang kuat. (Humas UGM/ Agung)