Miskinnya pemahaman dan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah menyebabkan masyarakat Indonesia mengalami krisis ideologis dan jati diri. Akibatnya, dasar-dasar nilai moral yang tercermin dalam Pancasila merosot tajam. Persoalan kebangsaan dan lunturnya internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari telah menjadikan masyarakat Indonesia kehilangan roh kebangsaannya. “Sepertinya kondisi saat ini, bangsa Indonesia seolah kehilangan arah dan tujuan untuk apa bangsa Indonesia ada,” ujar Drs. Pitoyo, M.A, Jum’at (20/1) terheran-heran.
Berbicara pada sosialisasi dan pembudayaan Pancasila di Yogyakarta, Pitoyo menilai pemerintah dan elite politik sudah tidak lagi bisa memberikan keteladan yang baik. Terlihat banyak kebijakan pemerintah inkonsisten dan tarik-ulur kepentingan. “Bagaimana rakyat bisa nyaman dan tenang ketika melihat para elite politiknya tidak pernah akur,” tuturnya.
Oleh karena itu aplikasi Pancasila melalui keteladanan seperti disiplin menjadi hal penting.Selain itu perlu melakukan penyuluhan-penyuluhan di sekolah melalui dongeng, nyanyian, cerita, uraian-uraian dan peragaan-peragaan. Bersama orang tua, anak-anak diajak berkumpul untuk berdialog dan belajar Pancasila. “Perlu disampaikan pengertian Pancasila, Pancasila di bidang buruh, pesantren, pengusaha,” katanya.
Dalam kegiatan sosialisasi dan pembudayaan Pancasila yang digelar bersama antara Pusat Studi Pancasila UGM dan Paguyuban Patriot Kota Bekasi (PPKB), Pitoyo menambahkan Pancasila sebagai dasar negara, maka pembudayaan Pancasila bisa dimulai dari keluarga, lingkungan RT/RW dan sekeliling. Sehingga mereka yang diharapkan menjadi kader-kader Pancasila adalah anak-anak yang di desa. “Kalau berbicara tentang Pancasila mulai dari mana, ya Pancasila adalah dasar negara. Semua kebijakan yang dibuat oleh negara harus melaksanakan Pancasila,” ujar Pitoyo yang juga ketua PPKB.
Pembudayaan dapat pula dilakukan melalui sekeliling mereka yang terlibat di sektor buruh, pemuda, remaja, dan pengusaha. Mereka tentu memiliki pemahaman yang berbeda, makanya perlu untuk disamakan. “Budaya merupakan pertahanan terakhir bangsa. Dalil mengatakan budaya yang kuat akan memakan budaya yang lemah. Sementara bangsa kita memiliki budaya yang kuat tetapi digerogoti secara pelan-pelan,” ujarnya lagi.
Pembudayaan Pancasila ini tentu menghadapi tantangan dan hambatan. Pemerintah secara kompak mestinya bisa melakukan, sebab ia yang bertanggungjawab terhadap sosialisasi pancasila. Sayang, pemerintah sendiri nampaknya tidak menghiraukan ideologi Pancasila. “Bahkan pemerintah sepertinya tidak mau membuat Badan Penguatan Pancasila, justru beberapa nilai mengalami penggerogotan melalui ide demokrasi langsung, ide konsumtif dan lain-lain,” pungkasnya. (Humas UGM/ Agung)