YOGYAKARTA –DIY masih kekurangan jumlah pengawas sekolah, khususnya di tingkat SMP hingga SMA/SMK. Persoalan ini menyebabkan pengawasan manajemen sekolah menjadi tidak terkontrol. Padahal, peran pengawas sangat penting bagi sekolah untuk membantu menjalankan manajemen sekolah secara optimal, tidak hanya secara akademik, tetapi juga manajerial.
Dosen Magister Manajemen UGM, Dr. Eko Supriyanto, mengatakan pengawasan terhadap manjemen sekolah saat ini belum berjalan secara optimal. Selain terkendala masih minimnya jumlah pengawas, ditambah pula dengan belum profesionalnya kerja pengawas. “Banyak sekolah yang belum tahu kerja pengawas dan pengawas diangkat dengan main tunjuk oleh Dinas tanpa melihat kompetensi,†kata Eko dalam Seminar Nasional Peningkatan Profesionalisme Pengawas di Magister Manajemen UGM, Rabu (11/1).
Eko menambahkan kerja seorang pengawas salah satunya ialah membimbing dan melakukan supervisi untuk mencapai visi dan misi sekolah. Oleh karena itu, selain memiliki kemampuan dalam manajerial, pengawas juga harus memiliki supervisi manajerial, akademik, evaluasi pendidikan, penelitian, dan pengembangan serta kompetensi sosial. Terkait dengan minimnya jumlah pengawas, Eko mengaku prihatin pengawas memiliki beban kerja yang cukup berat karena harus mengawasi banyak sekolah. Ia menyebutkan rata-rata satu pengawas mengawasi sekitar 40 sekolah. Kondisi ini tidak kondusif dan menyebabkan kerja pengawasan menjadi kurang optimal. “Paling ideal itu satu pengawas mengawasi sekitar 4 sekolah,†imbuhnya.
Minimnya jumlah pengawas ini terjadi di berbagai daerah. Di Kota Yogyakarta, misalnya, berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, hingga Maret 2011 lalu jumlah pengawas sekolah hanya 18 orang. Mereka harus mengawasi 523 sekolah mulai tingkat TK, SD, SMP, SMA hingga SMK. Berdasarkan pengakuan salah satu pengawas teladan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, minimnya jumlah pengawas karena kebijakan pemda setempat dalam mengadakan atau menyegerakan para guru sebagai pengawas. “Sampai saat ini, tidak ada aturan standar di kabupaten/kota untuk pengangkatan pengawas,” kata Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) DIY, Harmanto, M.Si.
Harmanto mengakui profesi tenaga pengawas sekolah kurang diminati, apalagi yang diangkat menjadi pengawas adalah para guru di sekolah. “Banyak yang menganggap menjadi guru mungkin lebih menarik dan menantang ketimbang jadi pengawas,†katanya.
Salah satu pengawas dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Sri Indah Budiarti, M.Si., mengatakan dirinya merupakan satu-satunya perempuan yang menjadi pengawas di tempatnya. Ia harus mengawasi 54 SMA yang ada di DIY, sedangkan 63 SMP dan 32 SMK diawasi oleh 5 orang pengawas. Ia mengakui minimnya jumlah personil pengawas ini menjadi kendala kerja supervisi dan monitoring atas hasil pemantauan dan pembinaan terhadap sekolah. “Pelaksanaan supervisi ke sekolah pun sering tidak sesuai dengan jadwal,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)