Bangsa Indonesia harus memiliki kultur baru yaitu kultur keunggulan dalam semua bidang kehidupan bangsa, yang semua itu bisa bermula dari pendidikan. Basis keunggulan yang nyata bagi bangsa yaitu manusia unggul yang memiliki spiritualitas, intelektualitas dan punya etos kerja.
Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam kapasitas sebagai Ketua Alumni Gadjah Mada (KAGAMA) menegaskan hal itu saat penyampaian keynote speech Seminar Nasional Kagama dalam rangka Dies Natalis UGM ke-62 yang bertema Mengukuhkan Strategi Kebudayaan Nusantara Untuk Kedaulatan Bangsa, Jumat (16/12) malam di Yogyakarta.
Dihadapan sekitar 350 peserta seminar, Sultan HB X menyatakan tiga semangat keunggulan itu harus jadi budaya jika ingin menciptakan peradaban yang lebih bermutu, bermartabat di antara bangsa-bangsa di dunia. Guna menanamkan nilai semangat dalam proses pembangunan tentunya harus mendapatkan dukungan manusia, lingkungan, teknologi dan komunitas yang berbudaya.
“Kita butuh strategi kebudayaan yang bisa menciptakan kehidupan masyarakat bermartabat, mandiri untuk hadirkan peradaban nusantara yang unggul,” kata Sultan HB X.
Sultan HB X menjelaskan bangsa Indonesia memiliki aneka keunggulan di masa lalu yang bisa jadi inspirasi generasi saat ini. Hanya saja, akibat adanya penjajahan, pola hubungan antar individu dengan gotong royong bergeser, modernisasi dan westernisasi mengubah masyarakat yang sebelumnya tangguh, pandai memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup jadi masyarakat yang manja, konsumtif dan miskin inovasi.
“Jika ingin meraih kembali kejayaan masa lalu, saatnya kita ubah pola pikir kebarat-baratan menuju pola pikir ke-Indonesiaan dengan tidak selalu membandingkan dengan masyarakat barat, yang mengeliminasi nilai asli masyarakat,†katanya.
Sultan mengajak waktunya membangun rasa percaya diri, sebab kita adalah bangsa yang khas bukan bangsa pribumi malas, julukan yang sering dilekatkan para orientalis, sehingga kita kalah dari bangsa barat. “Waktunya kita bangun kembali semangat gotong royong, memperkuat kohesi sosial, saling peduli, menghargai dan menguatkan kepentingan bersama,” katanya.
Hajriyanto Y Thohari, Wakil Ketua MPR RI menyatakan untuk membawa perubahan di Indonesia, strategi kebudayaan yang digunakan harus berakar pada peradaban nusantara. Bukan pilihan pada strategi instant yang hanya sesuai dengan selera pikiran berkuasa setelah ada perubahan.
Di dalam diri bangsa juga penyelenggara negara perubahan mendasar memang mendesak untuk dilakukan. Dibutuhkan injeksi budaya agar bisa mengisi kesenjangan budaya dengan mengedepankan kerja budaya daripada kerja politik. “Kita butuh strategi budaya yang bisa memperhatikan kehidupan humaniora, kearifan lokal dan tanggap budaya. Jika menginginkan perubahan, butuh persiapan matang,” kata Hajriyanto.
Ditandaskannya budaya nusantara, kini saatnya dirajut kembali dengan meletakan sesuatu yang bukan asli Indonesia dalam konteks budaya nusantara. Pribumisasi demokrasi, kontekstualisasi pasar bebas perlu dilakukan.
Bondan Gunawan. S menambahkan kunci perekat kebangsaan yang membuat Indonesia hingga kini tetap kokoh yaitu adanya spiritualitas kultural, integrasi kultural yang kuat. Modal budaya yang tumbuh di seluruh negeri harus terjaga. “Kita punya jati diri bangsa yaitu gotong royong, dasar negara Pancasila, kemajemukan dan kearifan lokal yang selalu jadi inspirasi bersama,” katanya. (Humas UGM/ Agung)