Lignoselulosa sebagai salah satu sumber polisakarida yang melimpah di Indonesia dapat dikonversi menjadi etanol suatu alternatif sumber energi hijau. Indonesia sebagai negara tropis memiliki sumber-sumber lignoselulosa sangan melimpah. Oleh karena itu, penelitian tentang proses pembuatan etanol dari lignoselulosa tentu memberi manfaat untuk kemajuan masyarakat.
Demikian pernyataan Megawati, S.T., M.T saat melaksanakan ujian terbuka Program Doktor Bidang Ilmu-Ilmu Teknik Program Studi Teknik Kimia UGM. Didampingi promotor Prof. Ir. Wahyudi B. Sediawan, SU., Ph.D dan ko-promotor Ir. Hary Sulistyo, SU., Ph.D dan Muslikhin Hidayat, S.T., M.T., Ph.D, promovenda mempertahankan desertasi “Kinetika Hidrolis Lignoselulosa dengan Asam Sulfat Encer Dalam Rangka Produksi Etanol”.
Dikatakannya penelitian tentang klasifikasi limbah lignoselulosa berdasar kadar holoselulosa (hemiselulosa dan selulosa) sesungguhnya pernah dilakukan di Yogyakarta. Limbah lignoselulosa dengan kadar holoselulosa tinggi (kurang lebih 70%), ini dapat ditemukan di Yogyakarta diantaranya pada ranting, daun, sekam padi, tongkol jagung dan serbuk gergaji kayu.
Untuk mengetahui prospek sebagai bahan baku pembuatan etanol, katanya, dapat melalui daun dan ranting yang terdapat pada tanaman Melinjo, Jambu Air dan Nangka. Sedangkan pada serbuk gergaji kayu berasal dari kayu Mahoni. “Ini banyak ditemui di penggergajian kayu di sekitar Yogyakarta, sementara untuk sekam padi dan tongkol jagung Indonesia memiliki potensi sangat besar, mengingat hal itu sebagai makanan pokok,” katanya di ruang sidang KPTU Fakultas Teknik UGM, Sabtu (17/9).
Menurut staf pengajar Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang, ini terdapat tiga tahapan penting proses pembuatan etanol dari lignoselulosa, yaitu hidrolis lignoselulosa menjadi gula, fermentasi gula menjadi etanol dan pemurnian etanol. Proses hidrolis secara kimiawi ini memiliki banyak keuntungan dibanding dengan enzim, sebab bahan kimia yang sering dipilih bukan asam sulfat pekat melainkan asam sulfat encer. “Penggunaan asam pekat lebih korosi, desain peralatannya spesial dan mahal dan menyebabkan pula limbah gypsum yang lebih banyak,” terangnya.
Megawati berpendapat Hidrolis lignoselulosa dengan asam encer ini ternyata sangat dipengaruhi oleh jenis bahan baku, suhu, waktu, konsentrasi katalisator dan suhu. Jenis bahan baku yang mudah dihidrolis adalah daun, sedangkan yang sulit dihidrolis adalah ranting dan serbuk gergaji kayu. “Serbuk gergaji kayu ini memiliki lignin dalam jumlah yang tinggi dibanding daun. Sehingga ikatan antar selulosa lebih sulit untuk dipecah-pecah,” jelasnya.
Ditambahkan bila proses hidrolis lignoselulosa terjadi pada suhu tinggi. Oleh karena itu gula yang terbentuk pada suhu rendah belum tentu sebagai glukosa. Dengan demikian tidak semua gula yang diperoleh dapat dikonversi menjadi etanol. “Karenanya selain jenis bahan baku dan suhu pada hidrolis mempengaruhi fermentasi, konsentrasi etanol juga mempengaruhinya. Hal ini menandakan terjadi penambahan jumlah gula karena pemakaian katalisator dengan konsentrasi lebih tinggi,” tuturnya. (Humas UGM/ Agung)