YOGYAKARTA – Sosiolog UGM, Arie Sudjito, mengkritisi perilaku elit politik saat ini yang lebih mementingkan citra personal dan partai ketimbang melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk mengentaskan kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat. Apa yang dilakukan perilaku elit politik ini, menurut Arie Sudjito, tak ubahnya dengan perilaku politik palsu. “Kalau politik palsu terus dibiarkan, demokrasi kian rapuh,†kata Arie dalam diskusi yang berlangsung di Pusat Studi Pancasila, Kamis (11/8) sore.
Arie menambahkan sudah seharusnya masyarakat tidak memilih partai atau pemimpin berdasarkan citra, tetapi ideologi. Namun, membangun politik ideologi tidak semudah membalikkan telapak tangan karena lemahnya proses kaderisasi di tingkat partai. “Selama politik ideologi tidak dimunculkan, maka pragmatisme akan berjalan terus,†ujarnya.
Lemahnya kaderisasi partai ini, diakui Arie Sudjito, tidak pernah dibenahi oleh partai. Lemahnya kader bahkan baru dirasakan oleh partai saat menjaring calon politisi menjelang pemilu. “Partai-partai baru sadar jika tidak punya kader saat menjelang pemilu,†katanya.
Tidak hanya itu, minimnya kader militan ini menjadikan mantan anggota partai lebih mudah berpindah dan berganti partai atau melakukan tindakan kontraproduktif terhadap partainya. “Tantangan terdepan bagaimana terbentuk politik ideologi, bukan politik kufuran atau citra,†ujarnya lagi.
Arie juga sempat menyinggung kebiasaan menggunjing yang dilakukan para elit politik di media televisi. Menurutnya, perilaku itu mengarah pada pembodohan masyarakat, bukan pencerahan. Ia juga menyayangkan wacana kontroversi yang dimunculkan oleh elit politik tidak memberikan pesan yang bermanfaat bagi bangsa, tetapi semakin menjerumuskan. “Sekarang elit politik sering buat kontroversi, beda dengan Gus Dur dan Nurcholis Madjid, yang selalu memberikan pesan rekonsiliasi,†tuturnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)