Pendidikan saat ini tidak lagi melulu pada kemampuan kognitif. Dengan demikian, pendidikan yang berfokus pada kemampuan menghafal, memahami, dan menguasai materi tidak lagi menjadi satu-satunya tujuan dalam proses belajar-mengajar. Dalam kehidupan nyata banyak ditemui orang-orang pintar, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu dengan benar demi kemanusiaan dan kemaslahatan umat.
Demikian pernyataan Dra. Budi Andayani, M.A. saat menjadi pembicara Seminar Menuju Pembelajaran yang Mengembangkan Kepribadian Siswa dan Semiloka Mengembangkan Soft skill dalam Pembelajaran, yang diadakan di Fakultas Psikologi UGM, Jumat (22/7). Menurutnya, pendidikan saat ini ditegakkan di atas empat pilar ialah belajar untuk mengetahui, belajar untuk bertindak, belajar untuk menjadi seseorang, dan belajar untuk hidup bersama.
Penegakan di atas empat pilar tersebut memberikan pengertian bahwa setiap orang belajar tidak dibatasi pendidikan formal saja. “Seseorang belajar tidak lagi dibatasi hanya pada kemampuan intelektual saja, melainkan membutuhkan kemampuan personal untuk kehidupan lanjut setelah dewasa nanti. Bahwa dunia kerja, hubungan sosial, hubungan interpersonal, serta lingkungan fisik memerlukan kemampuan personal sehingga keberadaan seseorang menjadi bermakna dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya, baik fisik maupun sosial,” ujarnya.
Dikatakan Budi Andayani bahwa kemampuan personal saat ini menunjuk pada kebutuhan soft skills, yaitu kemampuan yang berkembang sepanjang hayat. Meski begitu, tidak dengan sendirinya seseorang mampu mewujudkan soft skills karena keterbatasan pemahaman yang dimiliki. Nasihat merupakan salah satu cara untuk menanamkan soft skills. Namun, belajar dari pengalaman menjadi cara ampuh untuk mengenal soft skills. Oleh karena itu, tak salah apabila ada peribahasa yang mengatakan ‘pengalaman adalah guru yang terbaik’. “Peribahasa ini menunjukkan pengalaman menjadi media belajar paling tepat. Oleh karena itu, fasilitas dari lingkungan yang menghadirkan pengalaman-pengalaman dan refleksi-refleksi sangat diperlukan,” tutur dosen Fakultas Psikologi UGM ini.
Berbicara mengenai Integrasi Soft Skills dalam Proses Pembelajaran, Budi Andayani lebih lanjut mengemukakan proses belajar-mengajar di kelas sudah jamak menggunakan metode pembelajaran yang lebih melibatkan siswa atau student-centered learning. Berbagai model eksploratif sering kali dipergunakan dengan memberikan tugas pada anak didik untuk mengeksplorasi dan mencari jawaban tentang fenomena yang ada di lingkungannya. Demikian juga diskusi dan presentasi sudah tidak asing lagi. “Penggunaan internet dan buku-buku referensi, kerja kelompok, penggunaan media dan komputer sudah banyak diterapkan dalam proses pembelajaran. Satu contoh dari kegiatan pembelajaran adalah memberi tugas pada siswa kelas VIII membuat rekaman drama 1 babak tentang perilaku santun. Tugas ini adalah salah satu tugas berkala dari mata pelajaran agama,” lanjutnya.
Dalam seminar dan semiloka dua hari, 22-23 Juli 2011, yang diselenggrakan Divisi Pendidikan Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi UGM ini hadir dan turut menyampaikan sumbang pemikiran psikolog pendidikan, Prof. Dr. Amitya Kumara, M.S., Psi., Yuli Fajar Susetyo, S.Psi., M.Si., dan praktisi pendidikan Drs. Nasarius Sudaryono, S.Pd., M.Si. (Humas UGM/ Agung)