YOGYAKARTA – Sebanyak 16 persen pelajar SMP dan SMA di Kota Yogyakarta adalah perokok. Dari jumlah tersebut, 12 persen merupakan perokok eksperimenter dan 4 persen perokok reguler. Eksperimenter adalah kelompok pelajar yang beberapa kali mencoba dengan teman, sedangkan perokok reguler ialah kelompok pelajar yang merokok rutin setiap hari. Survei tersebut dilakukan Quit Tobacco Indonesia, Fakultas Kedokteran (FK) UGM, terhadap 2.015 siswa SMP dan SMA di Kota Yogyakarta.
Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D. selaku ketua tim peneliti mengatakan jumlah perokok eksperimenter dan reguler untuk siswa SMP sebanyak 10,32% dan 2,38%. “Kelompok siswa SMA jumlahnya lebih meningkat 13,28% untuk perokok eksperimen dan 4,64 persen untuk perokok reguler,†kata Yayi kepada wartawan, Kamis (26/5). Dalam kesempatan itu, Yayi didampingi Dekan FK UGM, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., dan peneliti Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM, Prof. Dr. Laksono.
Berdasarkan jenis kelamin, perokok eksperimenter laki-laki sebanyak 21,61 persen, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan 2,76 persen. Yayi menyebutkan faktor eksternal yang menyebabkan siswa menjadi perokok, antara lain, ialah pengaruh keluarga, teman, lingkungan, iklan, dan kemudahan mendapatkan rokok. Sementara itu, faktor internal yang mempengaruhi adalah tingkat pengetahuan rokok dan bahayanya, tingkat persepsi, dan rasa ingin tahu serta mencoba-coba yang begitu besar.
Sementara itu, 1.602 guru dari 30 SMP dan 30 SMA di Kota Yogyakarta yang disurvei diketahui bahwa 10 persennya adalah perokok. “Dari survei tersebut, diketahui 61 persen guru menyatakan belum mendapatkan pelatihan mengenai masalah rokok. Bahkan, 68 persen guru SMP dan SMA menyatakan mereka pernah merokok di lingkungan sekolah dalam satu tahun terakhir,†katanya.
Retna Siwi Patmawati, salah satu anggota tim peneliti, menerangkan pada tahun 2011 ini, pihaknya mencanangkan kegiatan rumah bebas asap rokok di 9 RW di Kota Yogyakarta, meliputi RW 11 Muja-muju, RW 01 Gunung Ketur, RW 04 Pakuncen, RW 06 Sosrowijayan, RW 13 Giwangan, RW 10 Pringgan, RW 16 Panembahan, RW 01 Bausasran, dan RW 02 Suryatmajan.
Siwi menjelaskan dalam kegiatan tersebut, setiap rumah dipasang tanda/stiker dilarang merokok. Selanjutnya, tidak boleh merokok pada waktu pertemuan warga dan tidak menyediakan asbak di setiap pertemuan. “Kegiatan rumah bebas asap rokok bukan melarang orang untuk merokok, tetapi mengimbau perokok memberikan udara segar dan sehat bagi anggota keluarganya,†terangnya.
Dekan FK UGM, Ali Ghufron Mukti, mengkritisi perlunya penambahan pasal dalam draf RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau, yakni perlu menyertakan penambahan nilai cukai rokok yang diperuntukkan bagi program pengendalian dan pengobatan dari dampak kesehatan akibat merokok. (Humas UGM/Gusti Grehenson)