Ratusan mahasiswa dari delapan negara di dunia akan belajar dan mengkesplorasi potensi pangan lokal serta pengobatan alternatif dalam kegiatan the 2021 Virtual Summer Course on Interprofessional Health Care pada 1–12 November 2021.
Kegiatan yang diadakan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM bekerja sama dengan Fakultas Farmasi UGM, dan Fakultas Kedokteran Gigi UGM ini diikuti 151 mahasiswa dari berbagai universitas di dunia. Beberapa diantaranya seperti Belanda, Malaysia, Australia, Bangladesh, Nepal, Pakistan, Indonesia dan China.
Dekan FKKMK UGM, Prof. Ova Emilia, M.Med.Ed., Phd., SpOG(K)., menyampaikan summer course interprofesional healthcare merupakan kegiatan tahunan yang rutin diselenggarakan sejak tahun 2016. Kegiatan ini ditujukan sebagai sarana pembelajaran dan membuka wawasan bagi mahasiswa untuk berdiskusi lintas profesi dalam berbagai topik.
Ova menyampaikan summer course kali ini mengusung tema Complementary Healthcare and Functional Food. Melalui kegiatan ini diharapkan mampu memberikan bekal untuk generasi muda agar dapat memanfaatkan kekayaan alam yang dimiliki untuk kebaikan masyarakat.
“Belajar secara ilmiah bukan berarti meninggalkan kearifan lokal dan kegiatan ini bisa menjadi sebuah pembelajaran yang luar biasa bagi mahasiswa, “ katanya saat Konferensi Pers penyelenggaraan summer course, Senin (1/11) secara daring.
Wakil Dekan Bidang Akademik FKKMK UGM, Prof. dr. Gandes Retno Rahayu, M.Med.Ed., Ph.D., menambahkan tema summer course tersebut dipilih melihat Indonesia yang memiliki biodiversitas yang sangat tinggi dan bernilai. Keanekaragaman hayati yang dimiliki ini dapat digunakan sebagai perawatan kesehatan, kebugaran, penyembuhan penyakit hingga berbagai kebutuhan pangan. Beberapa praktik kearifan lokal bahkan telah terbukti secara ilmiah memiliki manfaat kesehatan.
“Harapannya lewat kegiatan ini generasi muda mempunyai pemahaman lebih dalam dan memiliki sesuatu yang bisa dieksplorasi bersama serta kedepan seoptimal mungkin memanfaatkan kekayaan alam yang dimiliki bagi kemaslahatan masyarakat,” paparnya.
Pernyataan senada disampaikan Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr.rer.nat. Triana Hertiani, S.Si., MSi., Apt. Ia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki biodiversitas yang besar dan kekayaan budaya tinggi. Hal tersebut berpotensi besar untuk mewujudkan kemandirian kesehatan nasional, terutama bahan baku obat baik modern maupun herbal.
Kendati begitu, di satu sisi Triana mengatakan keberlimpahan kekayaan alam yang dimiliki tidak cukup dimanfaatkan untuk kebutuhan obat nasional. Sebab, hingga saat ini sekitar 95% bahan baku obat masih dipenuhi dengan impor dari luar negeri.
“Beberapa ekstrak bahan alam juga diimpor sehingga harapannya dengan menggiatkan acara ini dapat berbagi ilmu untuk memacu wujudkan kemandirian bahan baku obat,” terangnya.
Pengobatan alternatif tidak hanya dipraktikan di Indonesia, namun juga di sejumlah negara dunia, termasuk Taiwan. Guru Besar Taipei Medical University, Taiwan, Prof. Shu-Yu-Kuo., menyampaikan bahwa pengobatan alternatif banyak dimintai di Taiwan sebagai salah satu opsi pilihan terapi. Kegiatan riset terkait pengobatan alternatif pun banyak dilakukan termasuk untuk penanganan Covid-19.
“Penggunaan obat herbal dilakukan dalam tata laksana gejala apasien Covid-19 sebagai terapi tambahan,” ujarnya.
Ketua Panitia Summer Course, dr. Gunadi, SpBA., Ph.D., mengatakan dalam kegiatan ini peserta Summer Course 2021 akan mendapatkan materi terkait ragam kearifan lokal untuk merawat kesehatan dan kebugaran, pengobatan herbal, intervensi komplementer, pengembangan makanan fungsional, maupun pemanfaatan makanan fungsional untuk terapeutik. Dengan bekal pengetahuan tersebut para peserta harapannya bisa turut melestarikan, menerapkan dan mengembangkan terapi alternatif dan komplementer sehingga pengobatan alternatif bisa diimplementasikan secara lebih luas di Indonesia secara rasional dan berbasis bukti.
Penulis: Ika