Ketekunan dan kerja keras akhirnya membuahkan hasil maksimal. Ini pula yang dilakukan oleh salah satu tim UGM yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) yang berlaga dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-35 yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Malang baru-baru ini.
Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) tersebut berhasil menyabet dua emas pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-35 yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Malang. Ada empat mahasiswa tergabung dalam tim PKM ini. Keempat mahasiswa tersebut adalah Adji Saiddinullah (Fakultas Geografi 2019), Herkin Yosayafaat (Fakultas Hukum 2020), Ubaidillah Hanif (Fakultas Isipol 2020), dan Rhiza Perdana Aldeansyah (Sekolah Vokasi 2020), dengan dosen pendamping dari Fakultas Geografi yakni Alia Fajarwati, S.Si., M.IDEA.
“Mulai dari penyusunan proposal pada akhir 2021, penelitian lapangan yang kami lakukan di Lombok Utara sampai presentasi di hadapan dosen penguji. Setiap proses persiapannya bagi kami merupakan proses penempaan yang membentuk diri menuju versi terbaiknya,” ucap Ubaidilah, Jumat (9/12).
Ubaidilah menambahkan dalam PIMNAS kemarin mereka mengangkat penelitian yang berjudul “Counter-Hegemony Kearifan Lokal Bale Bayan dalam Pengurangan Risiko Bencana Gempa Bumi di Tengah Hegemoni Modernisasi Pembangunan” terinspirasi dari kokohnya Bale Bayan atau rumah adat Suku Sasak Bayan di Lombok Utara ketika Gempa Lombok tahun 2018.
“Kokohnya Bale Bayan ketika Gempa Lombok tahun 2018 tersebut menjadi awal ketertarikan kami untuk mengkaji lebih lanjut terkait kearifan lokal yang tumbuh pada masyarakat adat Sasak Bayan ini,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Tim, Adji Saiddinullah, menambahkan hegemoni modernisasi pembangunan yang membuat eksistensi kearifan lokal Bale Bayan mulai terancam dan memicu counter-hegemony dalam bentuk respons penolakan dari masyarakat adat Sasak Bayan. Respons tersebut muncul karena adanya kesadaran untuk mengadopsi konsep struktur bangunan Bale Bayan yang tahan gempa.
Hasil penelitian menunjukkan adanya upaya-upaya counter-hegemony yang bersifat kompromistis-solidaritas dan terwujud dalam tiga ruang. Pertama, ruang pendidikan yaitu adanya sekolah adat yang berupaya mentransfer kembali ilmu atau menghidupkan kesadaran masyarakat tentang rumah adat sebagai rumah tahan gempa dan rumah tinggal. Kedua, ruang ekonomi di mana masyarakat adat mencoba membuat satu model modifikasi rumah adat percampuran dengan bahan bangunan modern. Ketiga, ruang sosial yakni terwujud dalam rencana strategis pelibatan unsur masyarakat adat sebagai lembaga perwakilan dalam proses perumusan kebijakan oleh pemerintah.
“Melihat bukti-bukti empiris dari hasil riset ini, maka sebagai upaya pelestarian Bale Bayan, sudah seharusnya Bale Bayan menjadi model acuan dalam pembangunan rumah tahan gempa khususnya pada skala masyarakat adat Sasak Bayan,” ungkap Adji.
Penulis: Whafir Pramesty