Novi Kurnia, Dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, mengimbau para pengguna media digital untuk melawan ujaran kebencian. Novi ajakan kepada pengguna untuk kemudian merefleksikan diri terlebih dahulu sebelum berekspresi di dunia maya tersebut.
Novi menyatakan bahwa kemunculan ujaran kebencian di media sosial dapat disebabkan beberapa hal. Pertama, karena media sosial memang memungkinkan orang untuk mengutarakan ekspresinya secara bebas. Kedua, media sosial itu juga menciptakan ruang-ruang gema, dimana pengguna media sosial menganggap apa yang dilakukan di media sosial, seperti memposting postingan yang mengandung ujaran kebencian sebagai hal yang biasa-biasa saja dilakukan. Ketiga, ujaran kebencian juga mungkin sering kali muncul karena faktor ketidaksengajaan. Orang sering kali mungkin secara tidak sadar mengungkapkan ketidaksukaannya secara eksplisit atau terus terang, dan melupakan bahwa menggunakan media sosial tersebut juga ada etiketnya.
“Sebagai warganet kita juga harus mematuhi atau dalam konteks mengharagai etiket: membayangkan orang lain juga menjadi diri kita, kalau kita diberi ujaran kebencian apa kita mau ?, (kalau tidak) masa tutur kita melempar ujaran kebencian ke orang lain,” Novi dalam acara Polgov pada channel Youtube Departemen Politik dan Pemerintahan – Universitas Gadjah Mada, Selasa (13/4).
Menimbulkan Intoleransi
Novi menuturkan bahwa ujaran kebencian tersebut kemudian dapat menimbulkan intoleransi. Sebab, ujaran kebencian pada keluarga menyasar perbedaan, baik itu perbedaan agama, memasak politik, preferensi fisik, dan lain sebagainya. Lebih jauh, ujaran kebencian dapat dipisahkan dari diantara masyarakat, segregasi lebih banyak, dan seterusnya. Bahkan, tidak jarang polarisasi tersebut kemudian sampai di dunia nyata, seperti sweeping atau kekerasan kepada etnis tertentu.
Oleh karena itu, Novi mengajak perlawan dimulai dari diri sendiri, dimulai dengan menghargai perbedaan itu sendiri. Novi mengatakan bahwa karakter bangsa Indonesia yang diperbincangkan selama ini justru malah karakter yang ramah, yang mempunyai empati yang tinggi, suka bergotong-royong dan seterusnya. Bangsa Indonesia sudah sejak lama hidup dengan berbagai perbedaan-perbedaan tersebut, mulai dari suku, agama, bahasa, dan lain sebagainya.
“Kalau kita bisa menghargai perbedaan kita tidak akan dengan mudah menilai ujaran kebencian, dan media sosial kita jadikan tempat yang asyik untuk menyampaikan pesan baik,” pungkas Novi.
Penulis: Aji Maulana