Enam tahun penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilakukan oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menghasilkan rapor merah. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM yang merangkum segudang masalah penyelenggaraan JKN.
Kecurangan dalam penyelenggaraan JKN masih marak. Pemerintah Daerah (Pemda) tidak bertanggung jawab penuh dalam pengendalian klaim biaya JKN. Hal ini diperparah dengan beberapa pasal dalam UU BPJS dan SJSN yang membuat kebijakan pengendalian fraud/kecurangan dan kompensasi tidak berjalan baik.
Hasil penelitian PKMK UGM juga mendapati masalah pada poduk hukum Inpres No. 8/2017 mengenai tanggung jawab kepala daerah dalam rangka menjamin keberlangsungan dan peningkatan kualitas pelayanan peserta JKN yang tidak berjalan.
“Komitmen pemerintah daerah terhadap JKN hanya sebatas membayar Premi PBI APBD. Law-Enforcement tunggakan PBPU belum ada. Pemda hanya fokus ke PBI/masyarakat miskin,” ujar Peneliti JKN PKMK UGM, M. Faozi Kurniawan.
Faozi bersama tim peneliti PKMK UGM menemukan solusi atas masalah tata kelola JKN. Pertama, perlu peningkatan tanggung jawab pemda dalam pengendalian biaya klaim JKN. Kedua, melembagakan pencegahan dan penindakan fraud dalam JKN. Ketiga, melakukan pemenuhan kebijakan kompensasi
Kebijakan kompensasi sendiri merupakan amanah UU SJSN Tahun 2004 pasal 23 ayat 3 dan menjadi kewajiban BPJS Kesehatan untuk melaksanakannya. Kebijakan JKN merupakan kebijakan yang sangat baik dengan tujuan semua peserta mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama sesuai kebutuhan medisnya.
“Faktanya, hingga saat ini belum terjadi pemerataan pelayanan kesehatan,”imbuhnya.
Peneliti JKN PKMK UGM lainnya, dr. Puti Aulia Rahma, mengatakan komitmen pengendalian fraud, baik dari sisi tim nakes itu sendiri maupun struktur di atasnya seperti Kepala Dinas Kesehatan, Kepala FKTP, dan Direktur RS masih rendah. Rendahnya komitmen tersebut penyebabnya pun masih tetap sama, yakni produk hukum yang belum memenuhi kebutuhan pengendalian fraud.
“Arahan mengenai pengendalian fraud secara umum, dan khususnya mengenai peran pimpinan tertinggi dalam sebuah organisasi untuk mengendalikan fraud belum tertuang baik dalam UU No. 24 tahun 2014 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Situasi ini menunjukkan bahwa pengendalian kecurangan belum menjadi prioritas dalam penyelenggaraan program jaminan sosial di Indonesia,”terang Puti
Guna mengatasi masalah fraud dalam penyelenggaraan JKN, Puti mengatakan perlu mengoptimalkan peran dinas kesehatan untuk memberikan arahan dan menunjukkan contoh dalam upaya pengendalian kecurangan JKN kepada jajaran di bawahnya. Hal ini juga sebagai bentuk upaya mengoptimalkan penerapan Permenkes No. 36 tahun 2015 yang saat ini sudah diubah jadi PMK No. 16 tahun 2019.
Penulis: Hakam