Triana mengatakan workshop tersebut merupakan bentuk kerja sama dengan Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda, dalam program Advanced Course in Pharmaceutical Sciences (ACPS) yang ke-18. Kegiatan yang digelar pada 5-8 Juli ini menghadirkan pembicara kunci Prof. Dr. Oliver Kayser dari Groningen Research Institute of Pharmacy Netherland. Workshop diikuti oleh para dosen, baik dari UGM maupun luar UGM, peneliti, hingga kalangan industri obat.

Sementara itu, peneliti yang juga Wakil Dekan Bidang Akademik, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat, Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Subagus Wahyuono, M.Sc., Apt., menuturkan dua hal penting dari pengembangan obat herbal, yakni terkait dengan teknologi untuk memperbanyak senyawa aktif dan template (kerangka) dari senyawa aktif agar nantinya dapat diperoleh dalam jumlah besar. "Teknologi untuk bisa memperbanyak senyawa aktif dan template senyawa aktif itu yang sebenarnya cukup penting dikembangkan,” terang Subagus.
Subagus mencontohkan meskipun jumlah tanaman herbal di Indonesia melimpah, senyawa aktif yang dapat dihasilkan relatif sedikit. Misalnya, dari 1 kg bahan tanaman obat hanya diperoleh sekitar 1 mg senyawa aktif yang dapat dimanfaatkan dengan optimal. Oleh karena itu, pengembangan, terutama melalui bioteknologi, dapat dijadikan salah satu solusi. “Bioteknologi lagi-lagi belum maksimal dimanfaatkan. Ya, masalah dana lagi-lagi menjadi problem juga,” katanya.
Pengembangan tanaman obat herbal penting dilakukan melihat melimpahnya jumlah tanaman ini di tanah air. Sebuah penelitian bahkan menyebutkan 80% obat yang ada saat ini berasal dari bahan alam. “Sangat melimpah, seperti morfin, ada pula dari temulawak, jamu-jamuan, untuk daya tahan tubuh atau penambah stamina,” jelas Subagus. (Humas UGM/Satria)