Perubahan sosial yang terjadi di tanah air pascareformasi tidak serta-merta membawa kontribusi terhadap pengembangan ilmu-ilmu sosial. Kalangan ilmuwan sosial yang memiliki otoritas akademik seolah-olah tidak menanggapi perubahan zaman untuk menghasilkan bentuk formulasi teori-teori sosial baru dalam upaya menjelaskan realitas sosial yang sedang berlangsung.
“Secara akademik, perubahan sosial ke arah demokrasi tersebut seharusnya menjadi inspirasi untuk menciptakan teori-teori sosial yang baru,” ujar sosiolog UGM, Prof. Dr. Heru Nugroho, dalam Diskusi Pemikiran Besar Selo Soemardjan dan Kematian Ilmu Sosial di Indonesia, Rabu (24/2), yang digelar di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana UGM.
Tidak adanya hasil teori-teori sosial khas Indonesia, menurut Heru Nugroho, karena ada kecenderungan kalangan ilmuwan sosial di tanah air terkesan mengacu pada teori-teori dan metode-metode barat klasik dan kontemporer.
Sementara itu, Prof. Dr. Sunyoto Usman mengemukakan kondisi berbeda di era 1950-an, kala itu ilmuwan sosial, Prof. Dr. Selo Soemardjan, melakukan penelitian terhadap perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat Jawa di Yogyakarta. Kendati demikian, pemikiran Selo Soemarjan perlu dikaji kembali untuk memahami atau menjelaskan perubahan sosial yang terjadi dewasa ini karena bersifat lebih kompleks dan beragam.
Menurut Sunyoto, perubahan sosial masyarakat saat ini ditandai dengan kehidupan jejaring atau lazim disebut masyarakat jejaring, interkoneksi, dan interaksi sosial yang terjalin dalam kehidupan masyarakat menembus batas tempat dan waktu.
Direktur Sekolah Pascasarjana UGM, Dr. Hartono, D.E.A., D.E.S.S., dalam sambutannya saat membuka diskusi mengatakan pemikiran besar Selo Sumardjan seharusnya dapat diimplementasikan di tengah masyarakat. “Pemikiran besar seperti ini diharapkan untuk memberi solusi terhadap permasalahan sosial karena selama ada gejolak sosial, maka menandakan keadilan dan kesejahteraan belum terwujud,” katanya.
Hartono juga menjelaskan Sekolah Pascasarjana UGM akan terus mengadakan diskusi tentang pemikiran tokoh-tokoh besar, seperti Prof. Dr. Sudjatmoko dan Prof. Dr. T. Jacob, agar dapat dikaji dan diteladani oleh generasi muda. (Humas UGM/Gusti Grehenson)